
Pantau - Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menggelar pertemuan bilateral pada Rabu, 24 September 2025, di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
Informasi pertemuan tersebut diumumkan secara resmi melalui situs Kantor Kepresidenan Iran.
Dua Isu Utama: Nuklir dan Kerja Sama Bilateral
Dalam pertemuan itu, kedua kepala negara membahas dua isu utama, yaitu program nuklir Iran dan masa depan hubungan bilateral Iran-Prancis.
Pezeshkian menegaskan bahwa Iran tidak memiliki niat untuk mengembangkan senjata nuklir dan menyatakan kesiapan Teheran untuk berdialog dengan negara-negara Eropa dalam kerangka kerja yang dapat diterima bersama.
Sementara itu, Macron menyampaikan bahwa Prancis berkomitmen untuk mencegah eskalasi situasi, menyelesaikan isu-isu yang menghambat hubungan bilateral, serta menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Timur Tengah guna menghindari konflik baru.
Keduanya menyampaikan harapan agar perbedaan antara kedua negara dapat diselesaikan secara damai untuk membangun landasan kuat bagi kerja sama di masa depan.
Pertemuan Digelar di Tengah Tekanan pada Kesepakatan JCPOA
Pertemuan ini berlangsung di tengah situasi diplomatik yang memanas terkait kelanjutan kesepakatan nuklir 2015, atau yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Pada Jumat, 19 September 2025, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi resolusi yang bertujuan memperpanjang keringanan sanksi kepada Iran berdasarkan JCPOA.
Bulan sebelumnya, tiga negara Eropa—Prancis, Inggris, dan Jerman—telah mengaktifkan mekanisme snapback dalam JCPOA.
Mekanisme snapback memungkinkan diberlakukannya kembali sanksi-sanksi PBB dalam waktu 30 hari jika Iran dinilai melanggar isi kesepakatan.
Sanksi-sanksi tersebut diperkirakan mulai berlaku kembali pada akhir September 2025.
Sejak tahun sebelumnya, Iran telah menjalani beberapa putaran pembicaraan dengan negara-negara Eropa, yang berfokus pada isu nuklir dan pencabutan sanksi internasional.
Kesepakatan JCPOA sendiri berada dalam tekanan berat sejak Amerika Serikat menarik diri secara sepihak dari perjanjian tersebut pada tahun 2018.
Sebagai dampaknya, Iran secara bertahap mengurangi kepatuhannya terhadap komitmen nuklir yang tertuang dalam kesepakatan tersebut.
- Penulis :
- Aditya Yohan