
Pantau - Pemerintah disarankan lebih mengembangkan fasilitas pengolahan mineral kritis guna menjaga ekosistem baterai kendaraan listrik atau battery electric vehicle/BEV di dalam negeri. Ini dinilai ampuh menangkal dampak kebijakan pencabutan mandat penggunaan EV di Amerika Serikat (AS).
Fasilitas pengolahan mineral kritis dimaksud adalah pembangunan pabrik pengolahan precursor ke material katoda dan baterai ion lithium.
Kembangkan fasilitas pengolahan mineral kritis di dalam negeri. Salah satu yang potensial adalah kebutuhan komponen Battery Energy Storage System (BESS) untuk mendukung 71 gigawatt target pembangkit energi baru terbarukan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan hal itu di Jakarta, Selasa (28/1/2025).
Baca juga: Inilah 4 Dampak Negatif Pencabutan Mandat Kendaraan Listrik di AS bagi RI
Bhima menjelaskan hal tersebut perlu dilakukan mengingat baterai yang dibuat dari mineral kritis yang bahan bakunya ada di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi kendaraan listrik saja. Justru yang paling potensial yakni baterai penyimpanan dari energi terbarukan.
Selanjutnya, ia mengatakan para pengusaha di industri kendaraan listrik juga harus mampu menutup celah antara hasil yang diproduksi di fasilitas pemurnian (smelter) supaya bisa dilakukan perakitan mobil.
Menurut dia, selama ini rantai pasok kendaraan listrik di tanah air masih ada lubang di antara industri hulu dan hilir (industri antara).
"Smelter-nya banyak, industri perakitan EV mulai beroperasi tapi di tengahnya masih belum banyak investasi masuk," katanya.
Baca juga: Pengamat Nilai Perubahan Kebijakan EV di AS Tak Pengaruhi Indonesia
Sebelumnya, ia mengatakan ada empat dampak kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mencabut mandat penggunaan kendaraan listrik (EV) di negaranya terhadap ekosistem pengembangan EV di Indonesia.
Dampak tersebut antara lain yakni permintaan mineral kritis untuk bahan baku baterai kendaraan listrik akan menurun, berpalingnya minat investor asal AS, pembiayaan internasional berpotensi macet, serta hilirisasi nikel di tanah air akan didominasi oleh perusahaan asal China.
- Penulis :
- Ahmad Munjin