
Pantau - Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama delapan organisasi lainnya mengkritik keras kebijakan KPU RI yang menghapus kewajiban peserta pemilu melaporkan dana sumbangan kampanye.
Mereka mendesak KPU membatalkan penghapusan itu karena pelaporan dana sumbangan kampanye merupakan praktik baik dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak KPU RI mencabut keterangannya dan tetap mengakomodir Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2024 mendatang," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam siaran persnya, Senin (5/6/2023).
KPU RI diketahui tidak memuat ketentuan wajib melaporkan LPSDK dalam Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Dana Kampanye.
Mereka beralasan, penghapusan dilakukan karena LPSDK tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan itu juga dihapus karena masa kampanye Pemilu 2024 pendek, yakni 75 hari saja.
Menurut Kurnia, sejumlah dalih KPU itu menunjukkan adanya kesesatan berpikir dan logika yang bengkok. Ia menjelaskan, meski LPSDK tidak disebut langsung dalam UU Pemilu, bukan berarti ketentuan tersebut bertentangan.
Kurnia menegaskan, kewajiban penyerahan LPSDK harus diartikan sebagai mandat langsung dari tiga prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 3 UU Pemilu, yakni, jujur, terbuka, dan akuntabel.
"Hal itu akan membangun instrumen pengawasan secara paralel dari pemilih sekaligus menjadi preferensi sebelum mereka menentukan pilihan politik dalam gelaran pemilu," ujarnya.
Ia menilai, alasan durasi kampanye yang pendek juga sebagai dalih tidak masuk akal. Sebab, beban pelaporan ada pada partai politik, sedangkan KPU hanya perlu memverifikasi laporan dan mempublikasikannya.
"Kami khawatir tindakan para anggota KPU ini hanya untuk mengakomodir kepentingan politik peserta pemilu yang tidak ingin disibukkan dengan urusan administrasi pelaporan keuangan," lanjutnya.
Mereka mendesak KPU membatalkan penghapusan itu karena pelaporan dana sumbangan kampanye merupakan praktik baik dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak KPU RI mencabut keterangannya dan tetap mengakomodir Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2024 mendatang," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam siaran persnya, Senin (5/6/2023).
KPU RI diketahui tidak memuat ketentuan wajib melaporkan LPSDK dalam Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Dana Kampanye.
Mereka beralasan, penghapusan dilakukan karena LPSDK tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan itu juga dihapus karena masa kampanye Pemilu 2024 pendek, yakni 75 hari saja.
Menurut Kurnia, sejumlah dalih KPU itu menunjukkan adanya kesesatan berpikir dan logika yang bengkok. Ia menjelaskan, meski LPSDK tidak disebut langsung dalam UU Pemilu, bukan berarti ketentuan tersebut bertentangan.
Kurnia menegaskan, kewajiban penyerahan LPSDK harus diartikan sebagai mandat langsung dari tiga prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 3 UU Pemilu, yakni, jujur, terbuka, dan akuntabel.
"Hal itu akan membangun instrumen pengawasan secara paralel dari pemilih sekaligus menjadi preferensi sebelum mereka menentukan pilihan politik dalam gelaran pemilu," ujarnya.
Ia menilai, alasan durasi kampanye yang pendek juga sebagai dalih tidak masuk akal. Sebab, beban pelaporan ada pada partai politik, sedangkan KPU hanya perlu memverifikasi laporan dan mempublikasikannya.
"Kami khawatir tindakan para anggota KPU ini hanya untuk mengakomodir kepentingan politik peserta pemilu yang tidak ingin disibukkan dengan urusan administrasi pelaporan keuangan," lanjutnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas