
Pantau - Pemberian sanksi peringatan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam komisioner lainnya terkait pelanggaran kode etik dinilai dapat memberikan contoh buruk bagi penyelenggara pemilu di tingkat daerah.
Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati mengungkapkan kekhawatirannya bahwa ketidakmampuan KPU RI menjadi teladan bisa berdampak pada KPU di provinsi dan kabupaten/kota.
"Ketika KPU RI sendiri tidak mampu menjadi teladan, maka saya khawatir hal ini akan diikuti oleh KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Toh, tidak ada sanksi serius yang diberikan," kata Neni, Rabu (15/5/2024).
Neni menambahkan, sanksi yang dijatuhkan kepada ketua dan komisioner KPU saat ini bisa mempengaruhi integritas pemilihan umum, terutama menjelang pemungutan suara Pilkada serentak pada November 2024.
"Semakin banyak penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas, liar, dan sulit dikontrol, maka akan memiliki pengaruh signifikan pada proses dan hasil yang sedang dijalankan," jelasnya.
Dia juga mengkritik putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dianggap kurang tegas dalam menindak pelanggaran etik oleh ketua dan para komisioner KPU.
"Ketika putusan DKPP ini tumpul, lalu kita bisa berharap kepada siapa lagi untuk membenahi integritas, moralitas, serta profesionalitas penyelenggara pemilu," tegas Neni.
Hasyim Asy'ari beserta komisioner KPU, yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, sebelumnya dijatuhi sanksi peringatan keras oleh DKPP.
Mereka terbukti melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu terkait dugaan kebocoran data pemilih pada Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih) KPU RI pada 2023.
- Penulis :
- Aditya Andreas










