
Pantau - Mencicipi makan ketika masak menjadi hal sering terjadi oleh beberapa orang untuk memastikan apakah bumbu-bumbu yang ding masukan sudah pas atau belum. Lalu bagaimana hukumnnya mencicipi makanan saat puasa?
Hakikat berpuasa adalah menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
Selain itu, anda pasti paham jika makan dan minum yang disengaja membuat puasa jadi tidak sah. Menjelang berbuka puasa, para ibu biasanya menyiapkan berbagai masakan di rumah.
Lalu setelah memasak, untuk memastikan rasa dari masakan yang dibuat, ibu-ibu terbiasa dengan mencicipi masakan yang mereka buat.
Diketahui, orang yang sedang puasa itu hukumnya boleh memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dengan catatan apabila ada kebutuhan tertentu.
Contoh yang diperbolehkan, yakni: berkumur, gosok gigi atau bersiwak, termasuk mencicipi masakan bagi orang yang sedang memasak. Puasanya tidak batal. Puasa hanya batal apabila dia sengaja menelannya.
Akan tetapi perlu diingat kalau makanan yang disantap juga tidak dalam jumlah yang banyak.
Dijelaskan dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj:
وإن أكل ناسيا لم يفطرإلا أن يكثر في الأصح( لندرة النسيان حينئذ
"Jika seseorang makan dalam keadaan lupa, maka puasanya tidak batal, kecuali ketika yang dimakan banyak (maka dapat membatalkan) menurut qaul ashah, karena lupa sampai makan dalam jumlah banyak adalah hal yang langka." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 13, hal.348)
Mengutip laman Kemenang, menurut para ulama, mencicipi makanan saat puasa hukumnya boleh dilakukan selama ada kebutuhan. Misalnya, pada ibu-ibu yang memastikan rasa masakannya untuk berbuka puasa keluarganya.
Hanya saja, jika mencicipi makanan dilakukan tanpa ada kebutuhan tertentu, meskipun boleh dan tidak membatalkan puasa, hukumnya adalah makruh.
Hal ini disebutkan oleh Syaikh Al-Syarqawai dalam kitab Hasyiyatusy Syarqawi 'ala Tuhfah Al-Thullab:
“Di antara perkara yang dimakruhkan saat berpuasa adalah mencicipi makanan karena dikhawatirkan makanan tersebut sampai ke tenggerokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankan makanan itu ke tenggorokan lantaran begitu dominannya syahwat. Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mengecap makanan itu”
“Adapun para juru masak, baik laki-laki maupun perempuan dan orang yang memiliki anak kecil yang berkepentingan mengobatinya, maka mencicipi makanan bagi keduanya tidak dimakruhkan. Mengecap masakan tidaklah makruh”. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Zayyadi.
Selain itu, mencicipi makanan saat puasa juga diperbolehkan selama tidak sampai tenggorokannya.
Dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra, Imam Al-Baihaqi menyebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.
“Tidak masalah bagi seseorang untuk mencicipi makanan, baik makanan berupa cuka atau makanan lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya dalam keadaan dia berpuasa," (HR: Al-Baihaqi).
- Penulis :
- Sofian Faiq
- Editor :
- Ahmad Munjin