HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Masih Punya Utang Puasa? Berikut Ketentuan Qadha dan Fidyah yang Wajib Diketahui!

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Masih Punya Utang Puasa? Berikut Ketentuan Qadha dan Fidyah yang Wajib Diketahui!
Foto: Ilustrasi (Freepik)

Pantau - Dalam beberapa hari terakhir, umat Muslim telah memasuki bulan Sya’ban, yang menandakan bahwa bulan suci Ramadan semakin dekat. Menjelang datangnya bulan yang penuh berkah ini, bagi mereka yang masih memiliki utang puasa dari Ramadan sebelumnya, wajib untuk segera meng-qadha sebelum Ramadan berikutnya tiba.

Bagi seseorang yang memiliki kesempatan untuk meng-qadha puasa namun dengan sengaja menundanya hingga melewati satu tahun dan memasuki Ramadan berikutnya, maka ia telah melakukan pelanggaran dan berdosa. Selain tetap diwajibkan meng-qadha puasa yang ditinggalkan, ia juga harus membayar fidyah sebagai bentuk kompensasi atas keterlambatan tersebut. Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang belum di-qadha.

Ketentuan Pembayaran Fidyah

Menurut pendapat al-ashah dalam mazhab Syafi'i, fidyah bagi mereka yang menunda qadha puasa akan terus bertambah seiring berlalunya tahun. Jika seseorang memiliki utang puasa sejak Ramadan tahun 2021 dan tidak meng-qadha hingga melewati Ramadan 2022, maka fidyahnya menjadi dua mud untuk satu hari puasa yang tertunda. Jika kembali ditunda hingga tahun berikutnya, jumlah fidyah yang harus dibayar pun semakin bertambah.

Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Maret 2025 sebagai Awal Puasa Ramadhan 1446 H

Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang memang memiliki uzur syar’i, seperti sakit berkepanjangan atau dalam perjalanan jauh (safar) yang berlangsung hingga melewati Ramadan berikutnya. Dalam kasus ini, ia hanya diwajibkan untuk meng-qadha puasa tanpa harus membayar fidyah.

Distribusi dan Alokasi Fidyah

Fidyah yang dibayarkan harus diberikan kepada fakir atau miskin dan tidak boleh disalurkan kepada golongan mustahiq zakat lainnya, apalagi kepada orang kaya. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Al-Qur’an yang secara spesifik menyebutkan bahwa fidyah diperuntukkan bagi orang miskin, sebagaimana dalam firman Allah:

"Maka sebagai gantinya (wajib membayar) fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)

Dalam penerapannya, satu mud fidyah yang diberikan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan merupakan ibadah yang berdiri sendiri, sehingga diperbolehkan untuk mengalokasikan beberapa mud kepada satu orang fakir atau miskin. Misalnya, jika seseorang memiliki tanggungan fidyah sebanyak 10 mud untuk 10 hari puasa yang ditinggalkan, maka seluruhnya boleh diberikan kepada satu orang miskin.

Baca juga: Puasa Rajab 2025: Jadwal, Niat serta Keutamaannya

Namun, dalam kasus fidyah harian, pembagiannya harus tetap sesuai ketentuan. Satu mud yang diperuntukkan bagi satu hari puasa tidak boleh dibagi untuk dua orang penerima. Sebagai contoh, jika seorang ibu menyusui wajib membayar fidyah untuk satu hari puasanya, maka satu mud fidyah tersebut tidak bisa dibagi kepada dua orang miskin. Begitu pula jika seorang ibu hamil memiliki kewajiban fidyah selama dua hari, maka ia harus memberikan dua mud kepada dua orang, bukan membagi dua mud tersebut kepada empat orang miskin.

Bolehkah Membayar Fidyah dengan Uang?

Dilansir NU Online, dalam hukum Islam, fidyah harus diberikan dalam bentuk makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah setempat, seperti beras, gandum, atau bahan makanan pokok lainnya. Mayoritas ulama dari mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah tidak sah jika dibayarkan dalam bentuk uang, daging, atau makanan olahan seperti tempe dan lainnya.

Namun, mazhab Hanafiyah memiliki pandangan berbeda. Menurut mereka, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk nilai (qimah) yang setara dengan harga makanan pokok yang diwajibkan dalam syariat, termasuk membayarnya dengan uang. Pendapat ini sering kali menjadi rujukan dalam kondisi tertentu, terutama jika pemberian dalam bentuk uang lebih bermanfaat bagi penerima fidyah.

Baca juga: Apa Saja Keutamaan Puasa Arafah bagi Umat Islam? Simak Penjelasannya Berikut Ini!

Penulis :
Latisha Asharani