Pantau - Partai Buruh mendesak KPU mengubah definisi kampanye dan memperpanjang masa kampanye pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengaku khawatir jika hal tersebut tidak dilakukan, maka konflik antarparpol dapat terjadi.
"Pasca ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024, partai politik rawan mengalami gesekan dan bahkan dapat dikriminalisasi akibat dianggap melanggar aturan kampanye karena pembatasan masa kampanye," ujar Said dalam keterangannya, Senin (19/12/2022).
Menurut Said, masa kampanye yang singkat dapat menyebabkan partai politik mencari cara alternatif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan.
"Masalahnya, kegiatan sosialisasi sering dipahami secara keliru oleh masyarakat dengan menyamakan maknanya dengan kegiatan kampanye. Kesalahpahaman ini bahkan muncul di lembaga pengawas pemilu," ucapnya.
Said menilai, partai politik baik secara langsung atau melalui masyarakat bisa saja melaporkan kepada Bawaslu mengenai kegiatan sosialisasi partai politik lain.
Menurutnya, dengan kondisi seperti itu, partai politik akan mengalami kerugian karena merasa citra partainya telah dirusak oleh laporan tersebut.
"Nah, kondisi yang semacam itu berpotensi menggeser dan bahkan memperluas spektrum konflik yang semula hanya antarparpol menjadi ketegangan antara partai politik dengan Bawaslu," ucapnya.
Ia menyatakan, banyak terjadi kasus di mana Bawaslu sering gagal membedakan antara kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi partai politik.
Menurutnya, hal tersebut sangat berbahaya. Jika kegiatan sosialisasi dimaknai sebagai kegiatan kampanye, maka kegiatan yang dilakukan sebelum masa kampanye, berpotensi dianggap sebagai tindak pidana pemilu oleh Bawaslu.
"Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi munculnya kerawanan pemilu dan untuk menciptakan iklim pemilu yang kondusif, Partai Buruh mengajukan usulan perpanjangan masa kampanye dan memperjelas definisi kampanye," tutupnya.
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengaku khawatir jika hal tersebut tidak dilakukan, maka konflik antarparpol dapat terjadi.
"Pasca ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024, partai politik rawan mengalami gesekan dan bahkan dapat dikriminalisasi akibat dianggap melanggar aturan kampanye karena pembatasan masa kampanye," ujar Said dalam keterangannya, Senin (19/12/2022).
Menurut Said, masa kampanye yang singkat dapat menyebabkan partai politik mencari cara alternatif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan.
"Masalahnya, kegiatan sosialisasi sering dipahami secara keliru oleh masyarakat dengan menyamakan maknanya dengan kegiatan kampanye. Kesalahpahaman ini bahkan muncul di lembaga pengawas pemilu," ucapnya.
Said menilai, partai politik baik secara langsung atau melalui masyarakat bisa saja melaporkan kepada Bawaslu mengenai kegiatan sosialisasi partai politik lain.
Menurutnya, dengan kondisi seperti itu, partai politik akan mengalami kerugian karena merasa citra partainya telah dirusak oleh laporan tersebut.
"Nah, kondisi yang semacam itu berpotensi menggeser dan bahkan memperluas spektrum konflik yang semula hanya antarparpol menjadi ketegangan antara partai politik dengan Bawaslu," ucapnya.
Ia menyatakan, banyak terjadi kasus di mana Bawaslu sering gagal membedakan antara kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi partai politik.
Menurutnya, hal tersebut sangat berbahaya. Jika kegiatan sosialisasi dimaknai sebagai kegiatan kampanye, maka kegiatan yang dilakukan sebelum masa kampanye, berpotensi dianggap sebagai tindak pidana pemilu oleh Bawaslu.
"Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi munculnya kerawanan pemilu dan untuk menciptakan iklim pemilu yang kondusif, Partai Buruh mengajukan usulan perpanjangan masa kampanye dan memperjelas definisi kampanye," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas
