
Pantau - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan kekhawatirannya bahwa fungsi legislasi DPR RI dapat terganggu jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Menurut Dasco, jika ambang batas parlemen yang saat ini sebesar 4 persen dihapus, maka setiap partai politik yang mendapatkan suara, sekecil apa pun, dapat memiliki kursi di DPR RI. Hal ini, katanya, berpotensi menyebabkan fragmentasi yang berlebihan di parlemen.
"Kalau terlalu banyak partai yang masuk, kita khawatir fungsi-fungsi DPR, baik dalam legislasi, pengawasan, maupun penganggaran, akan terganggu. Selain itu, ini juga berpotensi menghambat kerja pemerintah," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Dasco memahami bahwa usulan penghapusan ambang batas parlemen umumnya datang dari partai-partai yang tidak pernah lolos ke DPR RI. Ia mengakui bahwa ada sisi positif dan negatif dari wacana ini, namun menekankan pentingnya konsolidasi dalam menjalankan fungsi DPR.
"Fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran membutuhkan konsolidasi yang baik. Jika terlalu banyak partai dengan pandangan berbeda, ada potensi proses pengambilan keputusan menjadi lebih sulit," tambahnya.
Baca Juga:
Tindaklanjuti Penghapusan Presidential Threshold, DPR Segera Gelar FGD
Konteks Usulan Penghapusan Ambang Batas Parlemen
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa Mahkamah Konstitusi berpotensi membatalkan parliamentary threshold. Pernyataan ini muncul setelah MK memutuskan untuk membatalkan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
“Putusan terkait presidential threshold membuka peluang besar bagi MK untuk juga membatalkan parliamentary threshold, yang selama ini menjadi persoalan bagi partai-partai kecil,” kata Yusril di Denpasar, Bali (13/1).
Menurut Yusril, penghapusan ambang batas parlemen akan memberikan kesempatan kepada lebih banyak partai politik untuk berkembang dan berkontribusi dalam sistem demokrasi Indonesia. Hal ini dianggapnya sebagai langkah menuju demokrasi yang lebih sehat dan inklusif.
Namun, wacana ini memicu perdebatan luas, terutama mengenai dampaknya terhadap efektivitas parlemen dan stabilitas pemerintahan.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah