Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Hakim Putuskan NO untuk Perkara Kasus Tanah Rawa Semut

Oleh Martina Prianti
SHARE   :

Hakim Putuskan NO untuk Perkara Kasus Tanah Rawa Semut

Pantau.com  - Ketua Majelis Hakim PN Bekasi, Djuyanto SH memutuskan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atas obyek perkara nomor 142/Pdt.G/2019/PB.Bks atau yang dikenal dengan kasus Rawa Semut. Pada Sidang Penetapan Putusan yang dilaksanakan Senin 7 Oktober 2019, sore, hakim menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. Putusan disampaikan dihadapan kuasa hukum Penggugat A Yetty Lentari, SH dan kawan-kawan, serta kuasa hukum Tergugat Juanda SH, Muslim Idris SH dan Jopie Dodokambe SH.

"Alhamdulillah, saya merasa sangat bersyukur atas putusan sidang hari ini. Meskipun sebenarnya agak bagaimana, gitu ya, tapi sekali ini ini putusan yang sungguh luar biasa bagi kami. Semoga aparat hukum bisa membongkar siapa mafia tanah di Rawa Semut atau Jatiasih ini,’’ ungkap Juanda usai sidang, Senin (7/10/2019).

Selanjutnya, kuasa hukum Tergugat akan menunggu proses dari kasus ini. Pihaknya tidak mengajukan upaya hukum atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi terkait obyek hukum di Rawa Semut, Jatiasih, Bekasi.

‘’Karena saya sudah melakukan upaya hukum lainnya yakni melaporkan balik para pihak, pertama Nimin Saniko plus ahli waris terkait Padal 263 KUHP karena data yang mereka buktikan selama persidangan berlangsung  ternyata tidak dapat dibuktikan dan memang tidak ada. Artinya data mereka itu kosong. Kedua, saya laporkan juga terkait Pasal 317 KUHP, tentang Laporan Palsu dan Keterangan palsu,’’ tegas Juanda.

Menurut Muslim Idris, keputusan NO itu menunjukkan bahwa gugatan mereka secara formal tidak jelas. Mereka mengakui tanah yang digugat adalah milik orang lain. Tanah yang diakui penggugat,sejatinya adalah tanah milik tergugat yang telah memegang bukti kepemilikannya. Bukti kepemilikan itu berupa akta jual beli yang dinyatakan sah. Pembelian dilakukan melalui pejabat PPAT yang sah pada tahun 1981.

“Putusan hari ini sudah jelas membuktikan bahwa apa yang didalilkan para penggugat itu tidak benar. Mereka mengaku punya tanah, tapi didalamnya tanah tanah yang diakuinya itu milik orang lain semua. Jadi mereka sesungguhnya tidak punya tanah,” lanjut Muslim lagi.

Sebagaimana diberitakan, kasus ini bermula dari laporan penggugat di tahun 2018 lalu, yang mengklaim tanah milik tergugat seluas 1.781m persegi. Dalam perkembangannya, penggugat mengaku telah mengukur ulang tanah yang diklaim masih miliknya itu menjadi seluas 6.600 m persegi. Dalam sidang pemeriksaan setempat yang dilakukan beberapa waktu lalu, diperoleh fakta bahwa tanah tersebut ternyata telah dimiliki oleh sejumlah orang yang dibuktikan dengan adanya SHM atas tanah-tanah tersebut.

Dalam proses persidangan, ketiga AJB tergugat ( bernomor 1216, 1217, dan 759) yang dinyatakan palsu oleh penggugat, berdasarkan penelitian di laboratorium forensik Polres Bekasi dinyatakan identik sidik jarinya milik Bohir dan Ja’anasa.

‘’Bahkan girik yang katanya mereka punya itu tidak benar dan sudah kami laporkan kepihak kepolisian. Dan defacto mereka tidak memiliki tanah. Mereka mengaku aku saja punya tanah. Nyatanya,  pada tahun 1982 Pak Pudjiono terbukti sudah memiliki SHM diatas tanah itu,’’ tambah Juanda SH.

“Logikanya sederhana, saya orang Betawi, punya tanah 6.600 m persegi, koke nggak pernah ditempati. Dari tahun 1981 tanah itu sudah menjadi milik klien kami, sementara tanah sebelah milik klien kami sudah SHM sejak tahun 1982. Rill semua. Arsip di BPN ada. Dan terkait AJB kami tercatat di Kecamatan Pondok Gede. Sedangkan arsip mereka enggak ada. Arsip itu sudah diperiksa oleh Polres Bekasi, sehingga kami menuntut dengan 263, sebagai laporan balik kepada mereka ke kepolisian karena unsurnya sudah terpenuhi semua,” ucap Juanda SH.

"Setelah putusan ini, aktifitas pembangunan yang sempat terhentiakan akan kembali dilanjutkan. Itu karena tanah tersebut memang tanah milik tergugat. Penggugat tidak punya hak apapun di atas tanah tersebut," tegas Muslim Idris SH.

Penulis :
Martina Prianti