
Pantau.com - Revisi Undang-Undang (RUU) KUHP tentang aborsi termasuk salah satu RUU yang dikritik publik. Dalam pasal RUU tersebut disebutkan perempuan yang melakukan aborsi juga pihak yang membantu lakukan aborsi bisa dihukum pidana.
Pemidanaan itu tercantum pada RUU KUHP tentang aborsi pasal 469 yang berbunyi yang mengatur perempuan yang menggugurkan kandungannya terancam pidana maksimal empat tahun penjara.
Sementara pada pasal 450 RUU KUHP, pihak yang membantu aborsi atas persetujuan perempuan juga bisa dibui maksimal lima tahun penjara.
Pasal tersebut menjadi kontroversi lantaran dinilai tidak memihak pada korban perkosaan yang bisa saja tidak menghendaki kehamilan.
Meski begitu, secara legal, aborsi sebenarnya tidak bisa hanya diputuskan antara perempuan yang sedang hamil dan dokter.
Baca juga: 3 Hal Ini Bisa Bikin Jorge Lorenzo Bangkit dari Keterpurukannya
"Itu bukan Keputusan pasien dan dokter tapi harus diputuskan oleh tim. Jadi harus dibicarakan oleh tim yang lengkap dan itu sudah ada prosedurnya. Jadi kita baru boleh mengakhiri kehamilan kalau ada indikasi medis yang sangat jelas. Bukan karena indikasi sosial," kata anggota Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dokter Boy Abidin di Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Secara hukum, negara memang melarang tindakan aborsi sesuai dengan aturan pasal 75 UU no. 36/2009 tentang kesehatan.
Meski begitu, dalam ayat 2 pasal tersebut disebutkan pengecualian untuk korban perkosaan juga jika terjadi kondisi gawat pada calon ibu.
"UU sudah jelas, kalau kehamilan dapat mengancam jiwa pasien atau kehamilan yang memang ada kecacatan yang fatal pada janinnya," ucapnya.
Baca juga: Fajar/Rian Susul Minions, Indonesia Pastikan 1 Tiket Semifinal Korea Open
Boy menjelaskan, aborsi dilarang karena hal tersebut berakibat merusak sistem reproduksi perempuan. Massa reproduksi perempuan idealnya saat usia 20 hingga 35 tahun.
Jika pada waktu tersebut pernah melakukan aborsi, yang dikhawatirkan selanjutnya perempuan tersebut justru kesulitan ketika benar-benar ingin HAM.
"Apa pun itu aborsi legal atau pun ilegal itu tetap adalah merusak sistem reproduksinya. Jadi saya tetap pada prinsipnya jelas kalau tidak ada indikasi medis yang jelas untuk mengakhiri suatu kehamilan maka kita tidak akan melakukan aborsi," tegasnya.
- Penulis :
- Lilis Varwati