Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ada Kode Komunikasi 'Ngopi' dalam Kasus Suap Hakim PN Jaksel, Apa Artinya?

Oleh Sigit Rilo Pambudi
SHARE   :

Ada Kode Komunikasi 'Ngopi' dalam Kasus Suap Hakim PN Jaksel, Apa Artinya?

Pantau.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebutkan para pelaku suap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggunakan kata 'ngopi' sebagai kode komunikasi. Menurut Alex, istilah itu menunjukan ajakan pertemuan untuk membahas kesepakatan pemberian uang suap.  

"Sebetulnya istilah ngopi adalah rencana bertemu terkait janji pemberian uang yang sudah disepakati antara pihak pengacara melalui perantara," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 28 November 2018.

Baca juga: KPK Gelar OTT PN Jaksel, Enam Orang Berhasil Diamankan

Ia menjelaskan yang bertugas sebagai pihak perantara merupakan panitera pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan yang sebelumnya juga pernah bertugas sebagai panitera di PN Jakarta Selatan. Diduga pertemuan itu dilakukan untuk menanyakan kesediaan uang hakim.

"MR sudah menyampaikan kepada oknum hakim tersebut agar dibantu. Makanya dalam pertemuan tersebut menanyakan 'ayok kapan jadi ngopi ga?' mereka bertemu dan dalam pertemuan ditanyakan apakah uangnya sudah ada apa belum," jelas Alex.

Dalam konstruksi perkaranya, dua hakim PN Jakarta Selatan yakni Iswahyu Widodo dan Irwan tengah menangani perkara perdata dengan nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel dengan para pihak yaitu, penggugat Isrullah Ahmad dan penggugat Williem J.V Dongen turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali, yaitu gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR di PN Jakarta Selatan tahun 2018.

"Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan MR sebagai pihak yang diduga sebagai perantara bagi majelis hakim yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan," jelas Alex.

Baca juga: Hakim PN Jaksel Terjaring OTT KPK, Komisi III DPR Soroti Kinerja MA

Dalam kasus ini, KPK pun menetapkan lima orang sebagai tersangka. Di antaranya, tiga orang diduga sebagai penerima suap yaitu Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Iswahyu Widodo, Hakim PN Jakarta Selatan Irwan, dan panitera pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan.

Sedangkan dua orang lainnya diduga sebagai pemberi suap yaitu advokat Arif Fitrawan dan swasta Martin P. Silitonga.

Penulis :
Sigit Rilo Pambudi