Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Deplu AS Kehilangan 70 Persen Staf karena Aksi Donald Trump

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Deplu AS Kehilangan 70 Persen Staf karena Aksi Donald Trump

Pantau.com - Kantor departemen luar negeri yang bertugas menegosiasikan dan mengimplementasikan perjanjian perlucutan senjata nuklir telah kehilangan lebih dari 70 persen stafnya selama dua tahun terakhir.

Hal itu terjadi ketika administrasi Presiden Donald Trump bergerak menuju dunia tanpa kendali senjata untuk pertama kalinya dalam hampir setengah abad.

Mengutip The Guardian, Selasa (2/7/2019), Kantor Urusan Stabilitas Strategis dan Pencegahan AS, yang biasanya melakukan kontrol terhadap senjata kini hanya memilki 4 staf dari 14 orang sebelumnya. Namun Departemen Luar Negeri AS menolak berkomentar.

Baca juga: Bahas soal Nuklir, Trump dengan Kim Bakal Bertemu Lagi?

Sebaliknya Deplu AS lebih memfokuskan upaya pengendalian senjata guna menciptakan lingkungan untuk pelucutan senjata (CEND) menggeser tanggung jawab untuk pelucutan senjata dari kekuatan senjata nuklir ke negara-negara non-senjata.

Pergeseran dalam pendekatan terjadi ketika pemerintah mengklaim akan melakukan tinjauan apakah akan memperpanjang perjanjian New Start yang membatasi hulu ledak nuklir strategis AS dan Rusia, atau menemukan alternatifnya yang akan mencakup China dan sistem senjata baru.

"Jika kita tidak memulai pembicaraan sekarang, itu akan berakhir karena tidak akan ada waktu bahkan untuk formalitas," kata Putin kepada Financial Times.

Tidak ada tanda-tanda Putin dan Trump menemukan solusi nyata dalam pertemuan di KTT G20 Osaka Jepang pada Jumat pekan lalu.

Baca juga: Rancang UU Anti Nuklir INF, Rusia Bakal Berhadapan dengan NATO

China telah mengesampingkan partisipasi dalam perjanjian pengendalian senjata dengan AS dan Rusia yang persenjataan nuklirnya 20 kali lebih besar, diperkirakan kurang dari 300 hulu ledak.

“Tidak ada upaya serius untuk membuat rencana. Tidak ada yang nyata terjadi," ujar seorang pejabat China.

Sementara itu, Penasihat Pertahahan AS John Bolton dilaporkan mendorong Perjanjian Larangan Uji Komprehensif, yang ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton pada tahun 1996 tetapi tidak diratifikasi oleh Senat Republik. Tapi hal itu membuka jalan bagi AS untuk bisa memulai kembali ujicoba nuklirnya.

Penulis :
Widji Ananta

Terpopuler