
Pantau.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendapati setidaknya 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami oleh korban aplikasi pinjaman online. Salah satunya yakni pengambilan seluruh informasi yang ada pada ponsel peminjam.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Yenny Silvia Sari Sirait mengungkapkan, pelanggaran ini tercatat terjadi di 1330 aduan pelanggaran yang diterima LBH Jakarta per 25 November 2018.
"Hal ini terbukti dengan mudahnya penyelenggara aplikasi pinjaman online mendapatkan foto KTP dan foto diri peminjam. Alih-alih verifikasi data peminjam, foto KTP dan foto diri peminjam kemudian disimpan, disebarkan bahkan disalahgunakan oleh penyelenggara aplikasi pinjaman online," ujarnya.
Baca juga: LBH Minta OJK Segera Selesaikan Masalah Pelanggaran Pinjaman Online
"Hal ini menjadi akar masalah penyebaran data pribadi dan data pada gawai peminjam, tentu saja hal ini merupakan pelanggaran hak atas privasi," ungkapnya.
Padahal kata dia, izin yang dilakukan hanyalah untuk mengakses bukan untuk menyalahgunakan data tersebut.
"Dia harus accept kalau tidak pinjaman tidak bisa di-ACC, ada kondisi khusus akses terhadap HP kan berdasarkan persetujuan, ada yang menyebut ini asas kebebasan berkontrak, tapi di hukum ada penyalahgunaan keadaan," ungkapnya.
Baca juga: 25 Aplikasi Pinjaman Online yang Terdaftar di OJK Diduga Lakukan Pelanggaran
Menurutnya, banyak yang menyetujui karena terpaksa oleh keadaan. Namun di sisi lain hal ini dalam bidang hukum bisa disebut penyalahgunaan keadaan.
"Ada yang meminjam karena orangtua sakit, mau melahirkan, sehingga sulit pinjam di bank karena pekerja domestik, kalau mereka menolak (menyetujui) mereka tidak bisa akses, keadaan ini lah disebut penyalahgunaan keadaan," katanya.
"Orang tidak bisa memilih tidak bersepakat karena keadaan tertentu karena terdesak, sehingga meskipun tau resikonya apa dia menyepakati hal tersebut, itu bisa menjadi alasan cacatnya perjanjian," ungkapnya.
- Penulis :
- Adryan N