
Pantau.com - Seruan untuk 2019 ganti presiden baik lewat lisan maupun lagu sempat digaungkan dalam acara Reuni Mujahid 212 yang digelar di Kawasan Monas, Jakarta, Minggu 2 Desember 2018. Pengamat Politik Ray Rangkunti mempertanyakan kinerja Bawaslu.
Ray mempertanyakan kerja Bawaslu dalam pengawasan acara Reuni Mujahid 212. Metode apa yang dipakai dalam mengidentifikasi dalam acara yang juga sempat dihadiri calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Baca juga: Alunan Lagu 2019 Ganti Presiden Diperdengarkan di Reuni 212, Begini Liriknya
"Apakah dalam pandangan Bawaslu semboyan ganti presiden, pemutaran lagu dan kritik atas pembangunan infrastruktur belum dapat dinyatakan sebagai kampanye terselubung? Apakah himbauan agar tidak memilih partai-partai penista agama di Pilpres dan Pileg 2019, tidak termasuk dalam kategori kampanye terselubung? Hal ini menimbulkan kegelisahan," ujar Ray kepada Pantau.com, Senin (3/12/2018).
Untuk menjawab pertanyaan itu, Ray menuturkan Bawaslu perlu segera menyatakan sikap hal apa saja yang ditemukan dalam acara Reuni Mujahid 212.
"Kita berharap penjelasan segera dilakukan oleh Bawaslu demi menghindari dugaan yang tidak tepat terhadap Bawaslu. Sikap Bawaslu yang tegas, khususnya dalam mempergunakan istilah atau simbol agama dalam menafikan hak seseorang untuk dipilih dan memilih perlu segera dinyatakan," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Ray jika Bawaslu kurang meningkatkan sensitifitasnya terhadap pengawasan kampanye terselubung, maka ia menilai ruang politik tanah air akan diramaikan kembali oleh isu SARA.
Baca juga: Teriakan 'Hidup Prabowo' Warnai Aksi Reuni 212
"Sikap tanggap Bawaslu tentu dibutuhkan. Agar kita semua kembali dapat mendudukan tujuan berpemilu menegakan kedaulatan rakyat, dan menyatukan kita sebagai bangsa dengan cara yang demokratis," pungkasnya.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi