Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

UE Takut hingga Tolak Minyak Sawit karena Bisa Makmurkan Indonesia?

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

UE Takut hingga Tolak Minyak Sawit karena Bisa Makmurkan Indonesia?

Pantau.com - Pemerintah Indonesia geram atas kebijakan diskriminatif dari Uni Eropa (UE) atas Crude Palm Oil (CPO) Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai CPO merupakan industri yang sangat diandalkan di Indonesia.

Pasalnya, industri sawit dinilai menjadi komoditas nomor satu penghasil devisa, mempekerjakan banyak tenaga kerja, menghasilkan perdagangan yang surplus di komoditasnya. Lalu apa yang menjadi ketakutan Uni Eropa sehingga terkesan menolak produk andalan Indonesia ini?

"Bagi Indonesia kelapa sawit adalah taman nomor satu bukan hanya tanaman, (tapi) komoditi nomor satu bukan hanya menghasilkan devisa banyak terbanyak, tapi juga memperkerjakan orang banyak sekali. Silakan lihat bahwa kalau kita lihat trade balance dalam industri kelompok ini kita surplus," ujarnya saat jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2019).

Baca juga: Dugaan Diskriminasi Sawit, RI Ancam Lapor WTO dan Boikot Produk UE 

Ditambah lagi, menurutnya, perkembangan industri CPO membantu menurunkan angka kemiskinan di wilayah-wilayah yang yang ada industri CPO. Bahkan lebih tinggi penurunannya dibandingkan daerah Jawa yang lebih banyak industrinya.

"Kemudian surplus 0,73p dari PDB, nilai ekspor nya atau inflasi juga rendah dilihat dari semua itu dan ini ada hubungannya dengan SDG (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Jadi yang paling pantas itu bagaimana tingkat kemiskinan turun," paparnya. 

"Lihat daerah penghasil sawit tingkat kemiskinan turun lebih cepat dari daerah lain, walaupun Jawa banyak industrinya tapi kalah. 

Tapi penurunan kiskinan di wilayah penghasil sawit itu turun lebih cepat," imbuhnya.

Baca juga: Menanti Ketegasan Menteri Luhut Terhadap Uni Eropa Soal Minyak Sawit

Sehingga menurut Darmin, upaya UE yang dianggap memproteksi terselubung ini menjadi diskriminasi terhadap produk-produk CPO. Pasalnya kata dia, produk yang diincar hanya CPO saja.

"Jadi kita tidak tahu ini mulai kita buat apalagi. Dengan cara rumusan proteksionisme terselubung, kemudian ditransfrom yang ujungnya diskriminatif. Mana ada dalam sejarah dunia, satu komoditi itu dalam kelompok dia banyak kelompok lain cuma dia yang diincar. Sehingga tidak ada keraguan ini diskriminasi," pungkasnya.

Penulis :
Nani Suherni