
Pantau.com - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyatakan penguatan mata uang dolar Amerika Serikat terhadap rupiah memengaruhi industri mebel di dalam negeri.
"Ada dampak positif dan negatif, positifnya adalah nilai ekspor makin besar," kata Adi Dharma S Ketua Himki Surakartadi Solo, Senin (16/7/2018).
Ia mengatakan kondisi tersebut berdampak pada keuntungan produsen yang mengalami peningkatan. Meski demikian, kenaikannya tidak terlalu signifikan mengingat ada sebagian bahan yang membutuhkan produk impor.
"Dari produk yang dihasilkan tidak semuanya menggunakan kandungan lokal sehingga transaksi untuk pembelian bahan baku impor dengan menggunakan dolar AS bisa dipastikan ikut terkerek naik," ungkapnya.
Baca juga: Ekspor Juni 2018 Menurun, BPS: karena Libur Panjang
Oleh karena itu, kenaikan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang rupiah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga ikut meningkat.
"Kenaikannya beragam, tergantung pada komponen bahan baku yang digunakan. Apalagi kalau komponennya menggunakan alumunium atau tembaga, pasti biaya yang dikeluarkan juga berbeda," jelasnya.
Sementara itu, mengenai kondisi pasar global yang masih tidak menentu dipastikan juga berdampak pada produk orientasi ekspor asal Indonesia termasuk Soloraya.
Baca juga: Neraca Perdagangan Indonesia Juni 2018 Surplus Rp24 Triliun
"Salah satunya karena dampak dari perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat yang makin memanas. Ini berpotensi setiap barang dari negara lain yang masuk ke AS akan ikut dinaikkan tarifnya," ia menambahkan.
Lebih lanjut, kondisi itu akhirnya berdampak dari produsen maupun konsumen yang masih "wait and see". Dimana tidak hanya terjadi di Kota Solo tetapi juga di Jawa Tengah yang selama ini volume ekspor mebelnya cukup tinggi.
Berdasarkan data terakhir komoditas kayu dan barang dari kayu memberikan andil sebesar 15,54 persen dari total nilai ekspor di Jawa Tengah yang mencapai 561,83 juta dolar AS.
"Khusus komoditas kayu dan barang dari kayu nilai ekspornya mencapai 87,86 juta dolar AS," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni