
Pantau - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan kebutuhan listrik Indonesia mencapai 1,942 terrawat hours (TWh) pada 2060. Demikian Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan.
Hal itu disampaikan Menteri Arifin usai menyaksikan penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara Kementerian ESDM dan Hitachi Energy terkait pengembangan teknologi energi hijau. Penandatanganan itu dilakukan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dan Regional Head South Asia Hitachi Energy N Venu di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Dadan dalam laporannya mengatakan, LoI antara Kementerian ESDM dengan Hitachi bertujuan untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
"Kesepakatan yang dijalin kedua belah pihak adalah dengan transfer pengetahuan, studi bersama hingga solusi pengembangan teknologi khususnya dalam bidang infrastruktur kelistrikan," kata Dadan dikutip dari siaran pers.
Lebih jauh Menteri ESDM mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang mencapai 1,942 terrawat hours (TWh), pemerintah telah membuat peta jalan untuk membangun pembangkit tenaga listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 700 gigawatt (GW) hingga 2060. Seperti diketahui, 1 terrawat hours sama dengan 1 juta megawat hours.
"Untuk mencapai hal tersebut, kami membutuhkan support dari segi teknologi, industri, dan infrastruktur dari seluruh stakeholder," ujar Arifin.
Ia mengatakan tantangan besar dalam penyediaan tenaga listrik EBT ialah infrastruktur kelistrikan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber energi berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah juga telah menyiapkan program nasional supergrid untuk menyambungkan antar pulau di Indonesia, khususnya di pulau-pulau besar di Indonesia.
"Sekarang kami sedang berusaha menyambungkan dari Pulau Sumatera bagian utara hingga Pulau Jawa bagian timur," ujar dia.
Lebih lanjut, kata dia, untuk mempercepat program tersebut dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dengan seluruh stakeholder baik nasional maupun internasional, salah satunya dengan Hitachi Energy. Menurutnya, Hitachi Energy merupakan salah satu perusahaan yang memiliki teknologi dan transformasi digital yang diperlukan untuk mempercepat transisi energi.
Sementara itu, CEO Hitachi Energy Claudio Facchin mengatakan Hitachi Energy mendukung Pemerintah Indonesia untuk mencapai target yang telah ditetapkan, di mana percepatan transisi energi merupakan kunci menuju net zero emission (NZE) dan mengatasi darurat iklim.
"Kami sangat senang dapat mempererat hubungan jangka panjang kami di Indonesia dan mendukung pemerintah untuk mencapai target-target ambisiusnya. Fokus area dari kolaborasi teknis ini meliputi integrasi energi terbarukan, interkonektor, kualitas daya, teknologi grid edge serta solusi digital untuk menangani kompleksitas pasokan dan permintaan listrik yang baru," kata Facchin.
"Ini adalah contoh kolaborasi yang baik untuk mencapai tujuan bersama dalam memajukan energi yang berkelanjutan di masa depan untuk semua orang," lanjutnya.
Selain acara penandatanganan LoI, juga dilakukan workshop yang dibagi menjadi dua sesi, yakni sesi pagi dilaksanakan di Gedung Kementerian ESDM dan sesi siang dilaksanakan di Hotel Pullman, Jakarta diikuti sekitar 150 peserta yang terdiri dari perwakilan Kementerian ESDM, PLN, praktisi, asosiasi serta akademisi.
Di Indonesia, Hitachi Energy telah hadir sejak 1980 untuk mendukung infrastruktur kelistrikan di Indonesia.
Hitachi Energy juga telah terlibat dalam beberapa proyek transisi energi di Indonesia. Salah satunya, menghubungkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 220 megawatt (MW) Rantau Dedap di Sumatera Selatan yang menyediakan listrik bebas karbon ke jaringan Sumatera.
Kemudian menerapkan solusi grid edge di beberapa wilayah, di antaranya microgrid di Pulau Semau, Selayar, dan Nusa Penida yang telah membantu memenuhi kebutuhan 20 persen dalam permintaan listrik selama KTT G20 lalu.
Hal itu disampaikan Menteri Arifin usai menyaksikan penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara Kementerian ESDM dan Hitachi Energy terkait pengembangan teknologi energi hijau. Penandatanganan itu dilakukan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dan Regional Head South Asia Hitachi Energy N Venu di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Dadan dalam laporannya mengatakan, LoI antara Kementerian ESDM dengan Hitachi bertujuan untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
"Kesepakatan yang dijalin kedua belah pihak adalah dengan transfer pengetahuan, studi bersama hingga solusi pengembangan teknologi khususnya dalam bidang infrastruktur kelistrikan," kata Dadan dikutip dari siaran pers.
Lebih jauh Menteri ESDM mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang mencapai 1,942 terrawat hours (TWh), pemerintah telah membuat peta jalan untuk membangun pembangkit tenaga listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 700 gigawatt (GW) hingga 2060. Seperti diketahui, 1 terrawat hours sama dengan 1 juta megawat hours.
"Untuk mencapai hal tersebut, kami membutuhkan support dari segi teknologi, industri, dan infrastruktur dari seluruh stakeholder," ujar Arifin.
Ia mengatakan tantangan besar dalam penyediaan tenaga listrik EBT ialah infrastruktur kelistrikan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber energi berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah juga telah menyiapkan program nasional supergrid untuk menyambungkan antar pulau di Indonesia, khususnya di pulau-pulau besar di Indonesia.
"Sekarang kami sedang berusaha menyambungkan dari Pulau Sumatera bagian utara hingga Pulau Jawa bagian timur," ujar dia.
Lebih lanjut, kata dia, untuk mempercepat program tersebut dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dengan seluruh stakeholder baik nasional maupun internasional, salah satunya dengan Hitachi Energy. Menurutnya, Hitachi Energy merupakan salah satu perusahaan yang memiliki teknologi dan transformasi digital yang diperlukan untuk mempercepat transisi energi.
Sementara itu, CEO Hitachi Energy Claudio Facchin mengatakan Hitachi Energy mendukung Pemerintah Indonesia untuk mencapai target yang telah ditetapkan, di mana percepatan transisi energi merupakan kunci menuju net zero emission (NZE) dan mengatasi darurat iklim.
"Kami sangat senang dapat mempererat hubungan jangka panjang kami di Indonesia dan mendukung pemerintah untuk mencapai target-target ambisiusnya. Fokus area dari kolaborasi teknis ini meliputi integrasi energi terbarukan, interkonektor, kualitas daya, teknologi grid edge serta solusi digital untuk menangani kompleksitas pasokan dan permintaan listrik yang baru," kata Facchin.
"Ini adalah contoh kolaborasi yang baik untuk mencapai tujuan bersama dalam memajukan energi yang berkelanjutan di masa depan untuk semua orang," lanjutnya.
Selain acara penandatanganan LoI, juga dilakukan workshop yang dibagi menjadi dua sesi, yakni sesi pagi dilaksanakan di Gedung Kementerian ESDM dan sesi siang dilaksanakan di Hotel Pullman, Jakarta diikuti sekitar 150 peserta yang terdiri dari perwakilan Kementerian ESDM, PLN, praktisi, asosiasi serta akademisi.
Di Indonesia, Hitachi Energy telah hadir sejak 1980 untuk mendukung infrastruktur kelistrikan di Indonesia.
Hitachi Energy juga telah terlibat dalam beberapa proyek transisi energi di Indonesia. Salah satunya, menghubungkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 220 megawatt (MW) Rantau Dedap di Sumatera Selatan yang menyediakan listrik bebas karbon ke jaringan Sumatera.
Kemudian menerapkan solusi grid edge di beberapa wilayah, di antaranya microgrid di Pulau Semau, Selayar, dan Nusa Penida yang telah membantu memenuhi kebutuhan 20 persen dalam permintaan listrik selama KTT G20 lalu.
- Penulis :
- Ahmad Munjin