
Pantau - Sejumlah pengusaha Pertashop Jawa Tengah dan DIY ramai-ramai menyampaikan keluhannya kepada Komisi VII DPR RI, Senin (10/7/2023).
Mereka melaporkan, terdapat 201 dari 448 Pertashop yang mengalami kerugian signifikan sejak adanya perbedaan harga yang begitu lebar antara Pertamax dan Pertalite sejak April 2022 lalu.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo mengatakan, omzet bulanan yang dihimpun pengusaha turun drastis 90 persen selama lebih dari setahun.
Gunadi mengemukakan, hal ini terjadi akibat anomali harga Pertamax yang sebagian besar disetir oleh fluktuasi harga minyak mentah dunia saat ini.
“Setelah ada disparitas harga Pertamax dan Pertalite mulai April itu omzet langsung turun drastis. Sampai sekarang di harga Rp12.500, omzet Pertashop belum bisa kembali di saat harga Pertamax Rp9.000 dan Pertalite Rp6.750,” kata Gunadi.
Ia mengaku, perbedaan harga ini berdampak pada ditutupnya ratusan Pertashop karena merugi di wilayahnya.
Bahkan, ia mengatakan, beberapa pengusaha Pertashop khawatir atas adanya ancaman aset yang disita karena tidak sanggup lagi untuk membayar angsuran perbankan.
“Jumlah Pertashop dengan omzet kurang dari 200 liter per hari itu mencapai 47 persen dari keseluruhan,” kata dia.
Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM untuk membatasi pembelian Pertalite yang berlebihan.
“Kami ingin segera disahkan revisi Perpres 191 Tahun 2014, karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite ini secara detail,” lanjutnya.
Selain itu, ia meminta parlemen untuk mendorong perbedaan harga BBM Pertamax dengan Pertalite maksimal di rentang Rp1.500 per liter di semua wilayah Indonesia.
“Sebagai permohonan tambahan, agar kita bisa sedikit menghela nafas sebagai tambahan income tunjuk kami sebagai pangkalan LPG 3 kilogram,” tandasnya.
Mereka melaporkan, terdapat 201 dari 448 Pertashop yang mengalami kerugian signifikan sejak adanya perbedaan harga yang begitu lebar antara Pertamax dan Pertalite sejak April 2022 lalu.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo mengatakan, omzet bulanan yang dihimpun pengusaha turun drastis 90 persen selama lebih dari setahun.
Gunadi mengemukakan, hal ini terjadi akibat anomali harga Pertamax yang sebagian besar disetir oleh fluktuasi harga minyak mentah dunia saat ini.
“Setelah ada disparitas harga Pertamax dan Pertalite mulai April itu omzet langsung turun drastis. Sampai sekarang di harga Rp12.500, omzet Pertashop belum bisa kembali di saat harga Pertamax Rp9.000 dan Pertalite Rp6.750,” kata Gunadi.
Ia mengaku, perbedaan harga ini berdampak pada ditutupnya ratusan Pertashop karena merugi di wilayahnya.
Bahkan, ia mengatakan, beberapa pengusaha Pertashop khawatir atas adanya ancaman aset yang disita karena tidak sanggup lagi untuk membayar angsuran perbankan.
“Jumlah Pertashop dengan omzet kurang dari 200 liter per hari itu mencapai 47 persen dari keseluruhan,” kata dia.
Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM untuk membatasi pembelian Pertalite yang berlebihan.
“Kami ingin segera disahkan revisi Perpres 191 Tahun 2014, karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite ini secara detail,” lanjutnya.
Selain itu, ia meminta parlemen untuk mendorong perbedaan harga BBM Pertamax dengan Pertalite maksimal di rentang Rp1.500 per liter di semua wilayah Indonesia.
“Sebagai permohonan tambahan, agar kita bisa sedikit menghela nafas sebagai tambahan income tunjuk kami sebagai pangkalan LPG 3 kilogram,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas