
Pantau - Salah satu anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Arutmin Indonesia menunjukkan sikap kooperatifnya atas perbaikan jalan nasional di kilometer 171, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) yang longsor pada September 2022. Sayangnya, Pemerintah Daerah Tanah Bumbu justru menunjuk pihak lain untuk melaksanakannya.
Kepala Teknik Tambang dan Mining Manager Arutmin, Cipto Prayitno mengatakan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) telah menunjuk Arutmin melakukan penimbunan longsor di dekat area tambang perseroan. Pada saat yang sama, Pemda menugaskan PT Andika Kharisma Borneo Pratama (AKBP) melakukannya dengan mengeruk terlebih dahulu batu bara di lokasi.
Kendala Arutmin yang belum bisa memulai pekerjaan, menurut dia, lantaran Pemda dan perusahaan yang ditunjuk itu sudah menguasai lahan-lahan di sekitar area longsor. Perseroan pun tidak memiliki akses atau membuat jalan baru untuk mengangkut material timbunan guna melakukan perbaikan lereng jalan yang longsor.
“Mereka sudah membebaskan lahan dan lain sebagainya, mereka sudah bikin pagar. Kami pun tidak bisa akses. Kalau kami memaksakan, ditakutkan ada konflik horizontal di lapangan. Itu yang kita hindari,” katanya di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Adapun berkaitan dengan akses jalan yang ada sampai saat ini, Arutmin belum diberikan izin untuk melalui jalan tersebut oleh Pemda. Padahal, sambung dia, soal perbaikan itu, pihaknya sangat kooperatif dan siap melakukan penimbunan jika Pemda menugaskan. “Kami masih belum ada titik temu dengan Pemda, seperti apa. Karena itu, di lapangan belum ada progress,” ungkap Cipto.
Cipto kembali menegaskan, Arutmin siap membantu perbaikan jalan akses utama yang menghubungkan Banjarmasin dengan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru itu.
“Kalau memang Bina Marga ingin tetap dengan jalur yang ada, artinya ini harus ditimbun dan kami juga sudah berkoordinasi dengan Ditjen Minerba, Direktorat Teknik dan DPPB Pengusahaan (Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batu Bara) dan yang pasti kami harus diizinkan menimbun,” ujarnya.
Ditjen Minerba, sambung dia, sudah menyurati Arutmin terkait izin penimbunan tersebut. “Tinggal permasalahannya, di sini IUP-nya milik MJAB (PT Mitrajaya Abadi Bersama) yang harus mau ditimbun semuanya. Jika hanya sebagian ada potensi untuk longsor lagi,” tuturnya.
Karena itu, kata dia, MJAB harus selesai melakukan penambangan. “Terus akses dari tambang kami (Arutmin) ke sini harus dibebaskan untuk lalu-lalang truk dan tiang-tiang listrik juga harus dialihkan,” kata dia.
Semua itu, dinilainya, merupakan pekerjaan besar dan harus tidak semuanya ditanggung oleh Arutmin.
“Karena kami di sini statusnya hanya membantu. Harus ada keterlibatan pihak Pemda, pihak Minerba juga yang mengoordinasikan antar stakeholder tadi,” ujarnya.
Jika ditugaskan, Arutmin siap mengirimkan material. “Itu pun karena sudah di luar IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) kami, ada tambahan biaya yang cukup besar,” paparnya.
Dia pun merinci besarannya mencapai Rp278 miliar sebagaimana diajukan Bina Marga karena mengandaikan adanya tiang-tiang pancang.
“Ditimbun dulu, baru distabilkan, baru dibuat surface (permukaan) jalannya. Kalau hitungan kami, Rp48 miliar itu untuk penimbunan saja,” ucapnya.
Longsor diawali dengan retakan yang sudah berlangsung lama akibat kegiatan penambangan di selatan jalan yang terjadi beberapa tahun lalu. Saat ini masih terdapat aktivitas penambangan oleh pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama MJAB yang berjarak sekitar 200 meter ke arah selatan dari lokasi longsor.
Dalam hal ini, Cipto mengkhawatirkan risiko pengaspalan Jalan Alternatif yang beririsan dengan rencana penambangan Pit Jumbang milik PT Arutmin. Risiko-risiko itu, antara lain, kehilangan potensi cadangan batu bara sebesar 6 juta ton pada SR 4:1, terganggunya pasokan batu bara ke PLN, dan biaya pembongkaran yang besar jika progress penambangan sampai ke area Pit Jumbang.
Belum lagi dengan potensi tumbuhnya permukiman baru di sekitar jalan alternatif tersebut, dan besarnya biaya pembebasan lahan, serta risiko jalan alternatif menjadi permanen.
Ia juga mengungkapkan rencana penambangan Pit Jumbang dalam hubungannya dengan jalan pengalihan sementara saat ini. Urutan penambangan mengarah ke tenggara pada kuartal III-2023. Pada September 2023, penambangan mulai menggali jalan peralihan yang ada saat ini.
Sedangkan Opsi Jalan Permanen melalui area MJAB di sisi selatan jalan nasional saat ini mengalihkan ruas jalan nasional ke selatan melalui sisi selatan area penambangan MJAB. Masalahnya, tidak tersedia informasi batasan penambangan terdahulu pada area barat MJAB.
Untuk itu, kata dia, memerlukan kajian geoteknik lebih lanjut khususnya untuk pembentukan segmen bagian barat. Rencana jalan peralihan dibuat melewati area infrastruktur aktif serta melewati segmen jalan saat ini yang merupakan jalur produksi aktif MJAB.
“Untuk proses stabilisasi jalur tersebut berpotensi mengharuskan MJAB menghentikan aktivitas penambangannya,” imbuhnya.
- Penulis :
- Ahmad Munjin
- Editor :
- Ahmad Munjin