
Pantau - Pencabutan 2.051 Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak tahun 2022 melalui Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berbuntut tanda tanya dari Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebelumnya, IUP yang dicabut tersebut bahkan sempat berada pada jumlah 2.078. Padahal, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (20/3/2024), dalam UU Minerba (Mineral dan Batubara) No. 3 Tahun 2020, Pasal 116 tercantum, yang melakukan pencabutan IUP adalah menteri yang terkait dengan pertambangan Minerba bukan menteri investasi.
"Kita baca halaman 1 ini ya. Apabila terdapat perbedaan jumlah data pencabutan IUP antara Dirjen Minerba dengan BKPM dimungkinkan adanya pencabutan IUP oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM yang tidak atau belum dikirim tembusan ke Dirjen Minerba. Ini kalau kita baca sangat jelas, kewenangan pencabutan sepertinya ada di tangan Menteri Investasi," ungkap Mulyanto, Anggota Komisi VII saat Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif di ruang rapat Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Oleh karena itu, menurut Politisi Fraksi PKS ini, secara kasat mata terjadi maladministrasi tata kelola, bad government di mana pemerintahan yang tidak baik menempatkan aktor atau pelaku Undang-undang ini.
Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat dengan Dirjen Minerba, anggota Komisi VII DPR, Abdul Kadir Karding juga mempertanyakan hal serupa. Karding meminta pejelasan, apakah betul kewenangan pencabutan IUP terutama Minerba itu ada di Kepala BKPM.
“Apakah betul BKPM berjalan sendiri tanpa rekomendasi dari Kementerian ESDM?” tanyanya.
Dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin menjelaskan, dalam Pasal 191 UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dijelaskan, pertambangan IUP dan IUPK dapat dicabut oleh Menteri, jika tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP & IUPK serta ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Dilanjutkannya, pemegang IUP atau IUPK tersebut melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU yang berujung pada kepailitan. Lalu, pemegang IUP & IUPK tidak melaporkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan.
"Bila tidak dilaksanakan dianggap tidak berkegiatan dan sanksi administrasi berupa pencabutan izin," ungkap Arifin dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR.
Terkait BKPM, Arifin mengungkapkan, BKPM mendapatkan mandat pencabutan pada Januari - November tahun 2022. Namun dalam proses pencabutan tersebut, pemerintah memberikan ruang pengajuan keberatan kepada pengusaha tambang atas pencabutan IUP tersebut.
"Dengan catatan perusahaan menyampaikan data pendukung yang cukup dengan mekanisme yang ada oleh Satgas penataan investasi. Beberapa perusahaan dibatalkan pencabutannya karena memenuhi persyaratan tersebut," ungkapnya.
Lantaran itu, hingga 14 Maret 2024 sebanyak 585 IUP telah dibatalkan pencabutannya oleh BKPM, yang terdiri dari 499 IUP mineral, 86 IUP batu bara. Dari jumlah tersebut baru 469 IUP yang masuk dalam sistem minerba one data Indonesia (MODI).
Sisanya, sebanyak 4 IUP proses masuk dan 112 belum bisa masuk MODI karena masih memiliki kewajiban pembayaran PNBP.
- Penulis :
- Ahmad Munjin