
Pantau - Dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan dominasinya sepanjang tahun ini, menguat terhadap hampir seluruh mata uang Asia. Bahkan, kekuatannya membuat banyak mata uang Asia tertekan sepanjang 2024. Menurut data Refinitiv pada Jumat (20/12/2024), indeks dolar AS (DXY) ditutup di level 107,62, melemah 0,73% dibanding perdagangan sehari sebelumnya. Meski begitu, secara tahunan, indeks dolar AS telah melesat 6,21%.
Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu AS 2024 menjadi salah satu faktor penguatan dolar. Trump kerap menegaskan komitmennya untuk mewujudkan kebijakan "strong dollar". Dampaknya, hanya ringgit Malaysia dan baht Thailand yang mampu bertahan melawan penguatan dolar, sementara mata uang lainnya tertekan.
Ringgit Malaysia berhasil menguat di paruh kedua tahun ini, didorong ekspektasi pasar akan pemotongan suku bunga AS. Menurut Chan, ekonom Free Malaysia Today (FMT), kondisi ringgit yang sempat undervalued pada awal tahun memberikan ruang untuk apresiasi.
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Terus Merosot, Ekonom Yakini Hanya Fenomena Sesaat
Sebaliknya, won Korea Selatan menjadi salah satu mata uang yang paling tertekan akibat gejolak politik di Negeri Ginseng. Awal Desember, Presiden Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer selama enam jam, yang berujung pada pemakzulan dirinya pada 15 Desember atas tuduhan pemberontakan.
Sementara itu, yen Jepang terpukul oleh kebijakan mengejutkan Bank of Japan (BoJ) yang menaikkan suku bunga acuannya pada Juli. Langkah tersebut memicu tekanan pada pasar keuangan Jepang, menghambat pemulihan yen terhadap dolar.
Adapun rupiah juga merana, melemah lebih dari 5% sepanjang tahun ini. Hingga akhir tahun, rupiah kembali berada di atas Rp16.000/US$, menjadi salah satu mata uang Asia yang paling terdampak oleh kekuatan dolar. Dominasi dolar AS di 2024 tidak hanya mencerminkan kebijakan moneter AS tetapi juga kondisi geopolitik dan ekonomi global yang memengaruhi pasar keuangan secara keseluruhan.
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani