
Pantau - Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menyoroti perlunya transformasi sektor industri untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% pada 2029.
Dalam diskusi publik membahas visi pemerintahan Prabowo, Didik menekankan bahwa stagnasi sektor industri menjadi tantangan serius yang harus diatasi.
"Indonesia tidak akan pernah mencapai pertumbuhan ekonomi 8% tanpa penguatan sektor industri. Selama 10 tahun terakhir, sektor ini hanya tumbuh 3-4%, sementara Vietnam mampu tumbuh 9-10%," ujar Didik dalam keterangan tertulis, Rabu (22/1/2025).
Ia membandingkan kondisi Indonesia saat ini dengan era 1980-an, di mana sektor industri mampu tumbuh hingga 10% dan ekspor meningkat 20%, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 7%.
Baca Juga: Redanya Kekhawatiran atas Kebijakan Tarif AS Perkuat Otot Rupiah
Menurutnya, keberhasilan itu tidak lepas dari reformasi birokrasi yang agresif, seperti pada masa Presiden Soeharto.
"Separuh birokrasi Departemen Keuangan pernah dirumahkan, dan kegiatan ekspor diserahkan ke pihak profesional. Akibatnya, ekspor melaju kencang," jelasnya.
Didik juga menyoroti stagnasi nilai ekspor Indonesia yang hanya sekitar 250 miliar USD per tahun, hal ini jauh tertinggal dari Vietnam yang mencapai 405 miliar USD.
"Vietnam berhasil tumbuh 7-8% karena ekspornya jauh melampaui Indonesia. Kita harus belajar dari mereka," tambahnya.
Baca Juga: Ekonom: Kebijakan Trump Berikan Peluang dan Tantangan Ekspor RI
Meski optimis terhadap semangat pemerintahan Prabowo, Didik mengingatkan bahwa investasi asing memegang peranan penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi.
"Tanpa investasi dari luar negeri, ekonomi tidak mungkin tumbuh. Kita membutuhkan 3-4 kali lipat dari Rp1.400 triliun saat ini untuk mencapai pertumbuhan 6-7%," katanya.
Ia juga mengkritisi perpindahan investasi asing dari Indonesia ke Vietnam, fenomena yang disebutnya mirip dengan pergeseran investasi dari Filipina ke Indonesia pada 1985 ketika ekonomi Filipina merosot tajam.
"Semangat dan cita-cita presiden untuk mencapai pertumbuhan 8% harus dihargai. Kita bisa optimis jika mengambil langkah yang tepat, seperti Vietnam yang kini melaju kencang," tegasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas