
Pantau - Pemenuhan atas premi untuk program restrukturisasi perbankan (PRP) ditaksir tidak sepenuhnya mempengaruhi kinerja operasional maupun rentabilitas pada perbankan.
Selanjutnya diharapkan pemenuhan atas program dimaksud dapat mewujudkan sistem ketahanan keuangan yang lebih kuat bagi industri perbankan Indonesia di masa mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menegaskan itu di Jakarta, Selasa (28/1/2025).
Secara umum, Dian mengatakan, perbankan telah memperoleh informasi dan pemahaman yang memadai terkait implementasi premi restrukturisasi perbankan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dimulai pada tahun 2025.
Baca juga: Kabar Baik bagi Pengusaha UMKM, Himbara Petakan Utang Debitur yang Dihapus Tagih
Hal ini mengingat baik proses kajian, koordinasi, maupun persiapan atas ketentuan terhadap perbankan juga telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Asal tahu saja, pembayaran premi PRP didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Berdasarkan beleid itu, bank wajib membayar premi PRP sebanyak dua kali dalam satu tahun atau setiap enam bulan sekali. Untuk pertama kali, premi PRP dibayarkan oleh bank kepada LPS untuk periode 1 Januari 2025 sampai dengan 30 Juni 2025.
Sebelumnya pada Kamis (23/1/2025), Plt. Kepala Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS Herman Saheruddin menyampaikan, pengumpulan premi PRP mulai dilaksanakan pada tahun ini, dengan besaran premi yang berbeda-beda sesuai dengan size atau jumlah aset bank dan tingkat risiko bank.
Baca juga: OJK Susun Aturan Tingkatkan Akses Pembiayaan ke UMKM
LPS meyakini, besaran premi tersebut tidak akan memberatkan perbankan. Premi PRP ini, ujar Herman, justru akan semakin memperkuat infrastruktur dalam menghadapi ancaman situasi krisis ke depannya.
“Jadi kita tidak perlu khawatir lagi, sudah semakin lengkap infrastruktur yang menjaga stabilitas sistem keuangan kita. LPS di kondisi normal sudah punya program penjaminan simpanan dan resolusi bank yang kredibel. Ditambah lagi nanti dengan PRP yang juga nanti akan bisa digunakan untuk situasi krisis dan dibutuhkan PRP,” kata Herman.
Sementara Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa juga menyampaikan, premi PRP ini tidak mempengaruhi kinerja bank secara signifikan mengingat jumlah premi PRP yang dibayarkan cukup kecil jika dibandingkan dengan jumlah premi penjaminan yang dibayarkan bank untuk setiap tahun.
“Kalau kita hitung selama setahun, kira-kira hanya sekitar Rp1 triliun dari dua periode (total premi PRP yang terkumpul). Kalau untuk program penjaminan simpanan itu mungkin sekitar Rp17 triliun pendapatan dalam setahun. Jadi, tambahan PRP itu relatif kecil (jumlah premi PRP yang dibayarkan) untuk jaminan keamanan perbankan kita yang besar nanti ke depan, tapi ini investasi yang baik untuk negara,” imbuh Purbaya.
Baca juga: Ini Alasan OJK Teropong Kredit Perbankan Tumbuh Positif di Tahun Ular Kayu
- Penulis :
- Ahmad Munjin