
Pantau - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mengandalkan pengembangan budi daya kakao sebagai strategi utama dalam mengentaskan kemiskinan dan memperkuat sektor pertanian yang menopang ekonomi daerah.
Budi daya kakao dinilai efektif karena Sulbar memiliki iklim dan kondisi tanah yang sangat cocok, sementara harga kakao relatif stabil dengan permintaan pasar yang tinggi, baik domestik maupun internasional.
"Kakao akan menjadi komoditas unggulan Sulbar hingga 10 tahun ke depan karena memiliki prospek ekonomi dan peluang pasar yang jelas. Selain itu, harganya menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memajukan ekonomi daerah", ujar Gubernur Sulbar Suhardi Duka.
Program Kakao Sasar 10 Ribu Petani dan Didorong Lewat APBD
Langkah konkret yang dilakukan Pemprov Sulbar meliputi pelatihan petani, pemberian bibit unggul, pembangunan infrastruktur pertanian, serta dukungan dalam pemasaran dan pemberdayaan produk kakao.
Program awal budi daya ini menyasar 10 ribu warga, khususnya petani di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), daerah penghasil kakao terbesar di Sulbar.
Untuk mendukung program ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp15 miliar dari APBD, yang digunakan untuk pengadaan bibit, program sambung pucuk, serta penanggulangan hama dan penyakit tanaman.
Produksi kakao Sulbar saat ini mencapai 76 ribu ton per tahun dengan luas lahan potensial sekitar 145 ribu hektare.
Kabupaten Polman menyumbang sekitar 35 ribu ton kakao per tahun.
Kakao Sulbar telah diekspor ke negara-negara seperti China, Jepang, Jerman, Belanda, Rusia, dan Amerika dengan volume ekspor mencapai 12,8 ribu ton per tahun.
Harga kakao berkadar air 7 persen sesuai standar SNI berkisar Rp120.000 hingga Rp185.000 per kilogram.
Kakao Jadi Pilar Ekonomi dan Solusi Kemiskinan di Wilayah Agraris
Berdasarkan data BPS, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap struktur ekonomi Sulbar, yakni 46,11 persen, dengan pertumbuhan 4,78 persen.
Kakao menjadi penyumbang utama pertumbuhan ini.
Kepala Bidang PPHP Dinas Perkebunan Sulbar, Agustina Palimbong, menyebut bahwa Sulbar telah ditetapkan sebagai kawasan pengembangan nasional komoditas kakao dalam RPJMN 2025–2029.
Namun, pengembangan kakao juga menghadapi tantangan seperti serangan hama heliopeltis dan penyakit busuk buah, yang perlu ditangani dengan teknologi pengendalian dan bibit unggul.
Program ini menjadi bagian dari visi-misi Panca Daya Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar 2025–2030, yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif, pengentasan kemiskinan, peningkatan SDM, infrastruktur, dan tata kelola pemerintahan.
Pengentasan kemiskinan menjadi tantangan utama di Sulbar, di mana 10,71 persen dari 1,5 juta penduduk hidup dalam kemiskinan—mayoritas adalah petani di desa.
Dengan sekitar 60 persen penduduk Sulbar bekerja sebagai petani, budi daya kakao diharapkan mampu menjadi solusi jangka panjang bagi kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat.
- Penulis :
- Pantau Community