Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kental Manis Bukan Susu: KOPMAS Desak Pemerintah Perkuat Regulasi dan Edukasi Gizi Anak

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Kental Manis Bukan Susu: KOPMAS Desak Pemerintah Perkuat Regulasi dan Edukasi Gizi Anak
Foto: Kental Manis Bukan Susu: KOPMAS Desak Pemerintah Perkuat Regulasi dan Edukasi Gizi Anak(Sumber: ANTARA/Ist)

Pantau - Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) menyoroti masih tingginya kesalahan persepsi masyarakat yang menganggap kental manis sebagai susu, terutama bagi balita, dan mendesak pemerintah memperkuat edukasi serta pengawasan atas promosi produk ini.

Konsumsi Kental Manis Anak-Anak Dinilai Mengkhawatirkan

KOPMAS bersama Tim Penggerak PKK DKI Jakarta menggelar pertemuan untuk membahas temuan konsumsi kental manis yang salah kaprah di kalangan masyarakat.

Salah satu isu utama adalah kebiasaan orang tua memberikan kental manis kepada anak-anak, bahkan balita, sebagai minuman harian dan pengganti susu.

“Konsumsinya bisa lebih dari dua kali sehari, dan itu sangat membahayakan,” ungkap Sekretaris Jenderal KOPMAS, Yuli Supriati.

KOPMAS menilai hal ini merupakan akibat promosi keliru selama bertahun-tahun, yang memperkuat persepsi bahwa kental manis adalah susu dengan nilai gizi setara.

Sejak 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur bahwa kental manis tidak boleh digunakan sebagai pengganti ASI atau satu-satunya sumber gizi anak melalui Peraturan Nomor 31 Tahun 2018, yang kemudian diperbarui menjadi Peraturan Nomor 20 dan 26 Tahun 2021.

Namun, pelanggaran tetap marak.

Dari April hingga 31 Oktober 2024, KOPMAS mencatat 114 pelanggaran promosi dan label kental manis, di antaranya penggunaan istilah "susu", kesalahan takaran saji, dan promosi oleh influencer.

“Iklan kental manis sering menggambarkan produk tersebut sebagai bagian dari sarapan sehat dan kebersamaan keluarga. Ini menanamkan asosiasi positif yang menyesatkan,” tegas Yuli.

Penelitian KOPMAS bersama Universitas Indonesia tahun 2023 menunjukkan korelasi antara konsumsi kental manis berlebihan dengan kejadian stunting pada balita di Pengasinan, Depok.

Regulasi Ada, Edukasi Belum Kuat

KOPMAS menekankan bahwa dari sisi kandungan, kental manis memiliki kadar gula lima kali lebih tinggi daripada susu sapi biasa dan rendah protein.

“Gula berlebih menyebabkan obesitas, diabetes usia dini, dan stunting,” ujar Yuli.

WHO menyarankan konsumsi gula tambahan maksimal 50 gram per hari, sama seperti Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2013 yang menyarankan batas empat sendok makan per hari.

Namun dalam praktiknya, satu porsi kental manis saja bisa melampaui batas tersebut.

Kental manis semestinya hanya digunakan sebagai topping atau pelengkap makanan, bukan sebagai minuman utama, apalagi untuk anak-anak.

Sayangnya, banyak keluarga belum memahami hal ini karena literasi gizi yang rendah.

“Kental manis mencerminkan tantangan besar literasi gizi di Indonesia,” tambah Yuli.

Seruan Aksi Nyata dan Intervensi Kebijakan

KOPMAS menilai permasalahan ini tidak bisa ditangani hanya dengan regulasi di atas kertas.

Diperlukan intervensi nyata, termasuk pengawasan ketat terhadap iklan dan promosi, serta edukasi publik yang sistematis.

Pertemuan KOPMAS dan PKK DKI Jakarta dipandang sebagai langkah strategis yang perlu dicontoh daerah lain dalam menyuarakan informasi gizi yang benar.

“Peran keluarga, khususnya ibu, sebagai pengambil keputusan gizi anak harus diperkuat dengan informasi akurat,” tegasnya.

KOPMAS menyerukan kolaborasi aktif dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, media, dan influencer untuk bersama meluruskan informasi yang salah tentang kental manis.

“Masa depan generasi Indonesia tidak boleh dikorbankan karena persepsi keliru dan pengawasan yang lemah. Ini bukan soal label produk semata, tetapi menyangkut kesehatan bangsa.”

Penulis :
Aditya Yohan