
Pantau - Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Ombudsman RI berkolaborasi menekan tingginya biaya ekonomi dalam perdagangan ternak antarpulau dengan membenahi sistem perizinan, memperkuat transparansi, dan mendorong integrasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
Penyebab Biaya Tinggi dan Rencana Aksi Bersama
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan bahwa persoalan biaya tinggi dalam perdagangan ternak bukan disebabkan oleh Kementan, melainkan oleh kebijakan dan pungutan dari pemerintah daerah yang belum transparan dan belum terintegrasi.
"Yang sering dikeluhkan itu adalah terkait persoalan adanya biaya ekonomi tinggi dalam hal perdagangan hewan antarpulau," ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, Ombudsman dan Kementan sepakat memanggil kepala dinas provinsi dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Jawa Timur untuk membahas solusi atas praktik pungutan tambahan yang merugikan pelaku usaha.
Pemanggilan ini juga akan melibatkan Badan Karantina Indonesia serta para pelaku usaha ternak agar dapat merumuskan penyelesaian menyeluruh dan permanen terhadap hambatan tersebut.
"Duduk sama-sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk membahas ini, agar persoalan ini tidak terjadi lagi di tahun depan," ia menambahkan.
Praktik Pungutan Tak Transparan dan Dampaknya pada Peternak
Ombudsman mengungkapkan adanya praktik pungutan tambahan antara Rp300 ribu hingga Rp1,5 juta untuk mendapatkan kuota dan rekomendasi pengiriman sapi antarpulau, yang terjadi akibat lemahnya sistem informasi dan pengawasan.
"Biasanya kalau sudah ketemu dengan pemberi izinnya, nanti praktik-praktik seperti ini dapat ditekan dengan signifikan," ujar Yeka.
Solusi yang tengah dirancang mencakup integrasi sistem layanan perizinan agar proses pengajuan izin dan kuota dilakukan secara transparan dan dapat diawasi seluruh pihak, termasuk pelaku usaha.
"Ini ulah oknum. Mengapa ini terjadi? Kami melihat di sini ada sistem yang belum transparan. Intinya apa? Penguatan sistem dan kelembagaan, karena ini tidak diatur oleh Kementerian Pertanian, ini kewenangannya daerah," tegas Yeka.
Situasi ini berdampak langsung pada harga jual ternak serta kelayakan usaha peternakan rakyat dalam memperluas pasokan secara legal dan efisien ke luar daerah.
Langkah integrasi dan pembenahan sistem diharapkan mampu menciptakan efisiensi perdagangan ternak lintas provinsi serta memperluas akses pasar secara berkelanjutan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menyatakan pentingnya dukungan dari Ombudsman dalam memperkuat regulasi dan kelembagaan di sektor peternakan nasional.
"Khususnya terkait dengan upaya percepatan penyediaan protein hewani dalam rangka mendukung program Makan Bergizi Gratis dan juga mendukung program swasembada pangan yang menjadi concern kita semua," ujarnya.
- Penulis :
- Shila Glorya










