
Pantau - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menunjuk platform marketplace luar negeri sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap pedagang online asal Indonesia yang berdagang di luar negeri.
"Ada lokapasar seperti di Singapura, China, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5 persen," ujar perwakilan DJP.
Langkah ini dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan perlakuan antara pedagang yang menggunakan marketplace dalam negeri dan luar negeri.
"Supaya di dalam negeri tidak teriak, lalu pindah semuanya pakai lokapasar luar negeri," tambahnya.
Lanjutan dari Kebijakan Serupa Tahun 2020
DJP telah menerapkan metode serupa pada tahun 2020 saat menunjuk marketplace asing sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Melihat efektivitas metode tersebut, DJP yakin mekanisme ini dapat kembali diterapkan untuk pungutan PPh 22.
Sejumlah marketplace besar luar negeri telah diajak berdiskusi agar mulai mempersiapkan sistem teknis pemungutan pajak.
"Kalau berkaca dari yang tahun 2020 lalu, tidak butuh waktu lama. Kalau tidak salah, dua bulan sudah selesai penyelesaian sistem. Yang di luar negeri, seperti Amerika dan Eropa, itu saja bisa siap dan akhirnya ditetapkan. Kami yakin tidak ada masalah dengan itu dan bisa dilaksanakan dengan cepat," kata DJP.
Dasar Hukum dan Ketentuan Pungutan PPh 22
Penunjukan ini memiliki dasar hukum yang jelas setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 pada 11 Juni 2025 dan mengundangkannya pada 14 Juli 2025.
PMK ini menetapkan bahwa marketplace, baik dalam maupun luar negeri, berperan sebagai PPMSE yang memungut PPh 22 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan pedagang.
Pungutan ini tidak termasuk dalam PPN maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pedagang yang dikenakan PPh 22 adalah mereka yang memiliki omzet tahunan di atas Rp500 juta, yang dibuktikan melalui surat pernyataan kepada marketplace yang ditunjuk.
Sementara itu, pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak dikenai pungutan tersebut.
Pengecualian juga diberlakukan bagi transaksi tertentu, seperti layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjualan pulsa, dan perdagangan emas.
Kebijakan ini diharapkan mendorong kesetaraan perlakuan perpajakan bagi seluruh pelaku ekonomi digital dan mencegah penghindaran pajak melalui penggunaan platform luar negeri.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf