
Pantau - Ekonom senior dan tokoh nasional Kwik Kian Gie wafat pada usia 90 tahun pada Senin malam, 28 Juli 2025, meninggalkan warisan pemikiran ekonomi yang kritis dan penuh keberpihakan pada rakyat kecil.
Kwik dikenal luas sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Menteri Koordinator Perekonomian di masa Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan Dewan Perwakilan Daerah, mencerminkan kiprahnya yang panjang dalam dunia kebijakan publik.
Konsisten Menolak Liberalisasi Ekonomi yang Berlebihan
Sejak masa Orde Baru hingga era Reformasi, Kwik dikenal sebagai intelektual publik yang berpikir dan bertindak berdasarkan kebenaran, bahkan jika harus berseberangan dengan kekuasaan dan status quo.
Ia dikenal sebagai salah satu kritikus utama terhadap liberalisasi ekonomi yang berlebihan dan campur tangan asing dalam kebijakan ekonomi Indonesia.
Dalam menghadapi krisis moneter 1997–1998, Kwik menjadi salah satu suara terkeras yang menolak pendekatan neoliberal yang dipaksakan oleh IMF.
Ia menekankan pentingnya kedaulatan ekonomi nasional dan menuntut solusi yang berpihak kepada rakyat miskin dan pelaku usaha kecil.
Sebagai Menko Perekonomian pada 2001–2004, ia menolak privatisasi BUMN secara membabi buta, mendorong renegosiasi utang luar negeri, dan menekankan efisiensi dalam penggunaan anggaran pembangunan.
Ia juga menggagas penyusunan Rencana Pembangunan Nasional secara partisipatif dan menerapkan sistem evaluasi berbasis kinerja pada proyek-proyek pemerintah.
Intelektual yang Tak Gentar Hadapi Tekanan Politik
Kwik lahir pada 11 Januari 1935 di Juwana, Jawa Tengah, dan menempuh pendidikan ekonomi di Nederlands Economische Hogeschool, Rotterdam, yang kini dikenal sebagai Erasmus University.
Sepulang ke Indonesia, ia mendirikan Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LM FEUI), menandai kontribusinya dalam dunia pendidikan tinggi dan manajemen ekonomi.
Hingga masa tuanya, Kwik tetap aktif mengajar, menulis di berbagai media, dan menyuarakan pandangan kritisnya melalui forum-forum akademik maupun media sosial.
Prof. Sri Edi Swasono menyebut Kwik sebagai "intelektual sejati yang tak silau kekuasaan dan tak goyah oleh tekanan politik."
Ekonom Faisal Basri menyebutnya sebagai "benteng terakhir dari suara nurani ekonomi Indonesia", sementara Rizal Ramli menyatakan bahwa dalam berbagai perdebatan, Kwik selalu mengedepankan logika dan data, bukan kepentingan politik.
Kwik Kian Gie dianggap sebagai jembatan langka antara ilmu pengetahuan dan kebijakan publik, yang dalam sepanjang hidupnya tetap konsisten membela kedaulatan ekonomi dan kepentingan rakyat.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf