billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Perbanas Dorong Payung Hukum bagi Bank untuk Berantas Kejahatan Digital seperti Judi Online

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Perbanas Dorong Payung Hukum bagi Bank untuk Berantas Kejahatan Digital seperti Judi Online
Foto: (Sumber: Arsip Foto - Petugas membawa barang bukti uang hasil sitaan pada perkara TPPU perjudian daring saat gelar perkara di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/5/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU/am.)

Pantau - Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) menegaskan pentingnya dukungan payung hukum bagi perbankan dalam upaya pemberantasan kejahatan keuangan digital seperti judi online.

Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, Fransiska Oei, menyatakan bahwa kerja sama lintas lembaga sangat diperlukan dalam menghadapi kejahatan keuangan digital, bukan hanya dari satu institusi saja.

"Perlu payung hukum, karena bank itu tidak harus selalu menunggu secara pasif. Bank itu bisa melakukan investigasi sendiri, jadi kami enggak harus pasif, tapi bisa juga kami lakukan blokir, penutupan (rekening)," ungkapnya.

Saat ini, bank yang secara proaktif memblokir atau menyelidiki rekening mencurigakan justru terancam tuntutan hukum dan potensi pelanggaran terhadap perlindungan data konsumen.

Kolaborasi dan Mitigasi Ancaman Baru

Dalam praktiknya, bank bekerja sama dengan pihak ketiga seperti aggregator, perusahaan switching, dan perusahaan fintech, terutama bila pelaku kejahatan bukan merupakan nasabah langsung dari bank tersebut.

Salah satu tantangan baru yang mengemuka adalah praktik kejahatan finansial melalui jual beli rekening dan modus rekening take over.

Untuk itu, perbankan melakukan upaya mitigasi berkelanjutan, termasuk edukasi kepada nasabah, masyarakat, dan staf internal mengenai kejahatan digital, perlindungan data, serta modus baru yang bermunculan.

Fransiska menjelaskan bahwa edukasi sangat penting karena masih banyak masyarakat yang belum mengenal modus rekening take over yang tidak ada 7–10 tahun lalu.

Kebijakan internal bank pun turut diperbarui agar selaras dengan perkembangan modus kejahatan finansial.

Selain itu, bank juga menerapkan proses Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD) dengan memverifikasi data kependudukan melalui Dukcapil.

Namun, dalam praktiknya masih ditemukan data Dukcapil palsu dan perusahaan fiktif yang digunakan untuk membuka rekening.

Pentingnya Edukasi dan Pemantauan OJK

Perbanas juga menekankan pentingnya edukasi yang lebih luas, khususnya di daerah pelosok, yang dikombinasikan dengan pendekatan keagamaan.

"Edukasi kepada masyarakat, karena jujur mungkin kalau di kota besar sudah tahu judol itu dilarang, tapi kalau masih dilakukan di kota besar ya berarti sengaja melakukan. Tapi kita punya kewajiban di pelosok, edukasi juga dari sisi agama, kadang orang lebih takut agama daripada masuk penjara," ia mengungkapkan.

Sementara itu, Deputi Komisioner OJK, Rizal Ramadhani, menyampaikan bahwa Satgas PASTI melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) terus memantau kerugian masyarakat akibat penipuan daring.

Per Juni 2025, OJK mencatat total kerugian masyarakat akibat kejahatan digital mencapai Rp4,1 triliun, sementara dana korban yang berhasil diblokir hanya sebesar Rp348,3 miliar.

Setiap hari, OJK menerima sekitar 822 laporan, atau setara dengan 26.463 laporan kejahatan finansial per bulan dari berbagai kalangan masyarakat.

"Modusnya seperti meniru tokoh-tokoh penting atau terkenal agar korban percaya dan lalu menguras uang di bank korban. Scam ini sudah menyebabkan kerugian besar di masyarakat," jelas Rizal.

Para pelaku kini juga memanfaatkan platform digital seperti WhatsApp, Twitter, dan aplikasi lainnya, selain melalui telepon atau SMS.

"Kami selaku ketua satgas selalu bersinergi dengan kementerian, asosiasi, lembaga terkait karena setan terkutuk juga melakukan sinergi," ujarnya.

Penulis :
Aditya Yohan