
Pantau - Implementasi program biodiesel 40 (B40) mencapai 6,8 juta kiloliter (KL) atau 50,4 persen dari target 13,5 juta KL pada semester I 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan capaian tersebut dalam konferensi pers capaian kinerja semester I 2025 Kementerian ESDM di Jakarta, Senin.
"Target kita kan 13,5 juta (KL) di tahun 2025, realisasinya sudah 6,8 juta KL," ungkap Bahlil.
Manfaat Ekonomi Program B40
Bahlil menjelaskan manfaat ekonomi program mandatori biodiesel di 2025 antara lain penghematan devisa sebesar 3,68 miliar dolar AS atau sekitar Rp60,37 triliun.
Manfaat lainnya adalah peningkatan nilai tambah Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp9,51 triliun.
"Memang ada PSO dan non-PSO. Bagi industri itu non-PSO dan harganya memang berbeda dengan PSO. Karena itu di-cover oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) atau oleh pemerintah," ujarnya.
Pemerintah saat ini sedang mencari formulasi agar perusahaan industri dapat memakai B40 dengan harga terjangkau.
Tantangan Harga dan Persiapan B50
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi membenarkan adanya keluhan dari beberapa perusahaan industri pengguna B40 non-PSO.
"Itu harganya sedikit lebih tinggi, mahal. Ada yang beli sampai Rp24 ribu, tapi ada yang beli juga Rp12 ribu. Ini harganya akan dibagaimanakan, itu baru didiskusikan," tutur Eniya.
Terkait rencana implementasi B50 pada 2026, Eniya menyampaikan bahwa saat ini belum ada uji jalan (road test) untuk B50.
"Ini nanti saya dan Pak Menteri persiapkan," kata Eniya.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memastikan biodiesel 50 (B50) akan diimplementasikan pada 2026.
Yuliot menyampaikan bahwa pemerintah masih mengevaluasi implementasi B40, yang dinilai sejauh ini berhasil.
Ia optimistis implementasi B50 dapat dimulai pada awal 2026, meski sebelumnya ada kekhawatiran penundaan akibat kendala bahan baku.
- Penulis :
- Arian Mesa