
Pantau - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah dengan tingkat inflasi tinggi segera berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS), Perum Bulog, Bank Indonesia, serta bila diperlukan melibatkan asosiasi pengusaha seperti Kadin atau Apindo.
Koordinasi tersebut, menurut Tito, diperlukan untuk menelusuri penyebab kenaikan inflasi sekaligus menentukan langkah pengendalian yang efektif.
Ia menekankan bahwa faktor yang memengaruhi inflasi sangat beragam, mulai dari keterbatasan pasokan pangan, kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti tarif air minum, gangguan distribusi akibat cuaca atau hambatan logistik, hingga kemungkinan adanya praktik penimbunan barang oleh oknum tertentu.
"Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kondisi inflasi di daerah," ungkap Tito.
Inflasi Nasional Masih Sesuai Target
Berdasarkan data terbaru, inflasi nasional pada Agustus 2025 tercatat 2,31 persen secara tahunan (year on year).
Angka tersebut masih berada dalam kisaran target pemerintah, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen.
Tito menjelaskan bahwa inflasi yang terlalu rendah di bawah 1 persen dapat merugikan produsen karena harga tidak menutup biaya produksi, sementara inflasi di atas 3,5 persen akan membebani masyarakat sebagai konsumen.
"Keseimbangan antara menyenangkan produsen dan menyenangkan konsumen. Sehingga di angka 2,31 (persen) ini adalah angka yang sangat bagus sekali," ujarnya.
Namun, sejumlah daerah tercatat memiliki inflasi di atas 3,5 persen, antara lain Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua Pegunungan, Aceh, Riau, dan Sulawesi Barat.
Tito meminta kepala daerah di wilayah tersebut lebih intens melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengendalikan laju harga.
Perkembangan Harga Komoditas
Selain inflasi umum, Mendagri juga menyoroti perkembangan sejumlah komoditas pangan strategis.
Bawang merah yang sempat mengalami kenaikan harga kini menunjukkan tren penurunan signifikan.
Jika pada minggu ketiga Agustus 2025 terdapat 309 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga, maka pada minggu ketiga September 2025 jumlahnya turun drastis menjadi hanya 31 daerah.
Sebaliknya, ada 303 kabupaten/kota yang justru mengalami penurunan harga bawang merah dalam periode yang sama.
"Ini yang menarik dan perlu diketahui apakah memang konsumsinya yang berkurang, kayaknya enggak. Atau mungkin karena sudah terjadi pemerataan distribusi," kata Tito.
Komoditas beras juga menjadi perhatian utama, di mana operasi pasar bersama Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berhasil menekan lonjakan harga di banyak daerah.
Pada minggu keempat Agustus 2025, kenaikan harga beras tercatat di 214 daerah, sementara pada minggu ketiga September 2025 jumlah tersebut menurun menjadi hanya 106 daerah.
Jumlah daerah dengan penurunan harga beras juga terus meningkat, menunjukkan perbaikan situasi.
Meski demikian, Tito mengingatkan agar sejumlah komoditas lain tetap diwaspadai karena masih menunjukkan tren kenaikan, yakni cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
- Penulis :
- Arian Mesa