
Pantau - Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) mendorong pemanfaatan kayu rekayasa (engineering wood) sebagai solusi masa depan bagi industri pengolahan kayu nasional yang ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi.
Kayu rekayasa ini diproyeksikan untuk digunakan secara luas di sektor furnitur hingga kerajinan, dengan keunggulan daya tahan dan stabilitas yang lebih baik dibandingkan kayu alami.
Dewan Penasehat ISWA, Soewarni, menyebut tantangan utama industri kayu saat ini adalah menciptakan teknologi yang berkelanjutan dan mampu memperpanjang usia pakai kayu, meningkatkan kekuatan material, serta menjaga stabilitas dimensi.
Inovasi kayu rekayasa dinilai mampu mengubah kayu dari hutan tanaman menjadi material premium, dengan pendekatan yang menekankan efisiensi energi, minim limbah, dan bahkan menuju konsep zero waste.
ISWA telah menerapkan pendekatan ini melalui PT Jaya Cemerlang Industry.
Hasil Sinergi dengan Akademisi, Kayu Modifikasi Jadi Solusi Inovatif
Hasil kolaborasi riset antara ISWA dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan bahwa kayu dari hutan tanaman dapat dimodifikasi menjadi produk bernilai tinggi, tahan lama, dan ramah lingkungan.
Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Istie Sekartining Rahayu, menekankan pentingnya inovasi modifikasi kayu hasil riset bersama industri.
Metode yang digunakan menggabungkan perlakuan panas dengan larutan kimia ramah lingkungan.
Hasilnya, kayu menjadi lebih tahan terhadap jamur, lebih kuat, awet, dan stabil secara dimensi, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Namun hingga kini, penerapan metode ini masih terbatas.
ISWA menjadi pelopor dalam implementasi teknologi tersebut sekaligus membuka ruang kolaborasi lebih luas dengan kalangan akademisi.
Langkah ini menjadi tonggak penting bagi pengembangan kayu modifikasi di Indonesia.
Teknologi ini juga memungkinkan peningkatan kualitas kayu cepat tumbuh dan kayu dari hutan tanaman menjadi material bernilai tinggi.
Jika lebih banyak industri mengadopsi teknologi ini, Indonesia dapat:
Memperkuat daya saing industri,
Mengurangi ketergantungan pada kayu hutan alam,
Mendukung keberlanjutan lingkungan,
Memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas.
ISWA Tekankan Keberlanjutan dan Manfaat Ekonomi di Archify Live 2025
Wakil Ketua Umum ISWA Bidang Riset, Pengembangan, dan Regulasi, Jimmy Chandra, menyoroti keterbatasan bahan baku berkualitas sebagai masalah utama industri pengolahan kayu.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat sering meragukan daya tahan kayu terhadap rayap dan kelembaban, yang bisa memicu kerugian besar dalam jangka panjang, termasuk sebelum masa kredit rumah selesai.
Inovasi kayu modifikasi dianggap sebagai jawaban atas tantangan tersebut.
Teknologi ini menggunakan perlakuan panas bersuhu tinggi dan bahan kimia ramah lingkungan, yang membuat kayu menjadi lebih stabil, tidak mudah menyusut, melengkung, atau retak.
Kayu cepat tumbuh yang semula hanya bertahan 3 tahun kini dapat bertahan hingga 25 tahun, bahkan 50 tahun jika digunakan di dalam ruangan.
Nilai tambah tidak hanya dinikmati industri, tetapi juga petani kayu yang kini memiliki akses terhadap pasar material premium.
“Inovasi ini bukan hanya solusi teknis, tetapi juga strategi untuk menjaga kelestarian hutan alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Jimmy.
ISWA juga berharap dukungan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk memperluas pemanfaatan kayu modifikasi dalam pembangunan berkelanjutan.
Pada Jumat, 26 September 2025, ISWA menggelar acara Archify Live 2025 di Jakarta yang mempertemukan pelaku industri penggergajian, woodworking, arsitek, dan kontraktor.
Kolaborasi lintas sektor ini dinilai membuka peluang besar dalam memperluas pemanfaatan kayu rekayasa serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global industri kayu berkelanjutan.
Industri Kayu dan Furnitur Berkontribusi pada Ekonomi Nasional
Kementerian Perindustrian mencatat bahwa pada tahun 2024:
Industri pengolahan kayu (KBLI 16) menyumbang 2,25% terhadap PDB pengolahan nonmigas, dengan nilai ekspor mencapai 3,73 miliar dolar AS.
Industri furnitur (KBLI 31) menyumbang 1,15% terhadap PDB pengolahan nonmigas, dengan nilai ekspor 1,61 miliar dolar AS.
Permintaan pasar terhadap produk kayu olahan diperkirakan tetap tinggi di masa mendatang, khususnya untuk proyek konstruksi, infrastruktur, pembangunan industri, serta sebagai bahan baku utama industri furnitur.
ISWA optimistis bahwa pengembangan kayu rekayasa akan menjadi pilar penting bagi transformasi industri kehutanan dan pengolahan kayu Indonesia menuju keberlanjutan dan daya saing global.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf