Tampilan mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

IHSG Ditutup Menguat 0,36 Persen, Sektor Energi Pimpin Kenaikan di Tengah Ketidakpastian Global

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

IHSG Ditutup Menguat 0,36 Persen, Sektor Energi Pimpin Kenaikan di Tengah Ketidakpastian Global
Foto: Ilustrasi - Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) (sumber: IDX)

Pantau - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa sore, 7 Oktober 2025, ditutup menguat sebesar 29,39 poin atau 0,36 persen ke posisi 8.169,28, dipimpin oleh saham-saham sektor energi yang menjadi penopang utama penguatan pasar.

IHSG Menguat di Tengah Tekanan Global

IHSG bergerak positif sepanjang perdagangan hari ini setelah dibuka menguat dan terus bertahan di teritori hijau hingga penutupan sesi kedua.

Indeks LQ45 turut meningkat 2,96 poin atau 0,38 persen ke posisi 785,37.

"Masuknya aliran modal asing turut meningkatkan sentimen pasar, sementara sebagian besar sektor bergerak di zona hijau," ungkap Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus.

Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, enam sektor tercatat menguat, dengan sektor energi memimpin kenaikan sebesar 2,52 persen, diikuti sektor infrastruktur yang naik 2,49 persen dan sektor transportasi & logistik yang naik 1,14 persen.

Sementara itu, enam sektor lainnya melemah, dengan sektor barang baku turun paling dalam sebesar 0,58 persen, disusul sektor industri yang turun 0,56 persen dan sektor properti turun 0,47 persen.

Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar antara lain ASLI, TRIN, FOLK, NTBK, dan CUAN, sedangkan saham FILM, HERO, MBTO, LION, dan FLMC tercatat mengalami pelemahan terbesar.

Frekuensi perdagangan saham mencapai 3.175.508 kali transaksi, dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 44,59 miliar lembar senilai Rp28,77 triliun.

Tercatat 280 saham naik, 401 saham turun, dan 119 saham tidak berubah.

Sentimen Global dan Regional Mewarnai Perdagangan

Dari luar negeri, ketidakpastian global masih membayangi pasar setelah penutupan sementara (shutdown) pemerintah Amerika Serikat berlanjut tanpa kejelasan penyelesaian.

Senat AS gagal mengesahkan rancangan anggaran untuk kelima kalinya pada Senin, 6 Oktober 2025, membuat investor kekurangan data penting untuk menilai kesehatan ekonomi Negeri Paman Sam.

Kondisi ini juga mempersulit langkah The Fed dalam mengevaluasi perubahan kondisi ekonomi terkini.

Dari Asia, cadangan devisa China naik 0,50 persen menjadi 3,34 triliun dolar AS pada September 2025, dari 3,32 triliun dolar AS pada Agustus 2025, mencatatkan kenaikan dua bulan berturut-turut dan menjadi level tertinggi sejak November 2015.

Sementara itu, Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menegaskan bahwa bank sentral Jepang akan melanjutkan kenaikan suku bunga apabila pertumbuhan dan inflasi sesuai proyeksi.

Ueda juga memperingatkan bahwa tarif impor AS menekan margin keuntungan para eksportir, khususnya di sektor otomotif, meski dampaknya terhadap investasi dan ketenagakerjaan masih terbatas.

Dari dalam negeri, cadangan devisa Indonesia menurun menjadi 148,7 miliar dolar AS pada September 2025, dari 150,7 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya, yang merupakan posisi terendah sejak Juli 2024.

Penurunan tersebut disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.

Bursa saham regional Asia menunjukkan pergerakan beragam, dengan Indeks Nikkei naik 0,18 persen ke 48.031,50, Shanghai menguat 0,52 persen ke 3.882,78, Straits Times menguat 1,14 persen ke 4.472,26, sedangkan Hang Seng melemah 0,67 persen ke posisi 26.957,77.

Penulis :
Shila Glorya