
Pantau - Jakarta, 20-10-2025 – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan pembahasan tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat akan rampung pada bulan Desember 2025, meskipun situasi politik dan ekonomi global saat ini masih penuh ketidakpastian.
"Deadline tahun ini, bulannya, ya, Desember," ujar Airlangga, menegaskan jadwal penyelesaian negosiasi.
Ia menjelaskan bahwa proses dialog dengan Amerika Serikat masih berlangsung secara intensif, dan kini telah memasuki tahap penyusunan aspek hukum atau legal drafting.
"Negosiasi (kami) sedang bicara (dengan AS), dan kita akan terus bicara detail karena sekarang tahapannya adalah legal drafting. Tentu ini akan membutuhkan waktu," ungkapnya.
Shutdown Pemerintahan AS Hambat Proses Negosiasi
Menurut Airlangga, salah satu faktor yang memperlambat proses negosiasi adalah penutupan sementara (shutdown) pemerintahan Amerika Serikat yang masih berlangsung.
Kondisi tersebut menyebabkan keterlambatan rilis data ekonomi resmi, sehingga pelaku pasar dan investor lebih bergantung pada data dari sektor swasta untuk mengambil keputusan.
Di tengah situasi tersebut, Menteri Keuangan AS dikabarkan akan segera melakukan pembicaraan bilateral dengan mitra dagangnya dari China.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan bahwa pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir Oktober 2025 "masih mungkin terjadi".
Perang Dagang AS-China dan Dampaknya pada Arah Kebijakan
Pernyataan Trump tersebut menumbuhkan harapan bahwa tarif tambahan sebesar 100 persen terhadap produk-produk asal China yang rencananya diberlakukan mulai 1 November 2025 mungkin akan ditunda atau dibatalkan.
Fokus utama pelaku pasar global saat ini tetap tertuju pada perkembangan perang dagang antara AS dan China, selain juga menantikan laporan keuangan kuartal III (earning season) di bursa Wall Street.
Ketegangan kembali meningkat sejak Kamis (9/10/2025), ketika China mengumumkan pembatasan ekspor rare earth atau unsur tanah jarang, yang sangat penting dalam industri teknologi tinggi dan pertahanan.
Kebijakan ini tidak hanya memperluas kendali China terhadap teknologi manufaktur, tetapi juga melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin dari pemerintah.
Sebagai respons, pada Jumat (10/10/2025), Presiden Donald Trump menyatakan bahwa "China menjadi sangat bermusuhan" dan menuduh Beijing telah "menjadikan AS serta dunia sebagai sandera" melalui kebijakan ekspor yang agresif.
- Penulis :
- Aditya Yohan