
Pantau - PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF menilai bahwa kebutuhan likuiditas perbankan masih akan tetap ada, meskipun saat ini terjadi kelimpahan dana akibat penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp200 triliun di empat bank anggota Himbara dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Penempatan SAL Menimbulkan Ketidakpastian dan Tantangan Bagi SMF
Direktur SMF menyatakan bahwa potensi penyerapan likuiditas oleh bank masih terbuka bagi SMF, namun tidak sebesar jika dana SAL tidak ditempatkan.
"Sebetulnya potensi masih ada di PT SMF (penyerapan likuiditas oleh bank), walaupun potensinya tidak sebesar ketika dana SAL-nya tidak ada," ungkapnya.
Penempatan SAL di Himbara dan BSI bersifat sementara, tidak dilakukan secara berulang, dan dapat disesuaikan setiap 3 hingga 6 bulan.
Kementerian Keuangan memiliki kewenangan untuk menarik dana SAL kapan saja, sehingga menimbulkan potensi ketidakpastian dalam pengelolaan rasio keuangan di industri perbankan.
"Kami melihat bahwa dana SAL itu tidak akan selamanya digelontorkan oleh Kementerian Keuangan," ia mengungkapkan.
Penggunaan dana SAL untuk membayar kewajiban utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2026, yang nilainya hampir Rp900 triliun, dinilai sangat memungkinkan melalui strategi pengelolaan utang negara.
SMF Perkuat Penyaluran Dana Jangka Panjang dan Hadapi Tekanan Pasar
SMF, sebagai lembaga penyedia dana jangka menengah dan panjang bagi sektor pembiayaan perumahan, terus menyalurkan dana melalui mekanisme pembiayaan dan sekuritisasi aset Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Namun, keberadaan dana SAL di Himbara dinilai mengancam keberlanjutan model bisnis SMF, meskipun lembaga tersebut berada di bawah koordinasi langsung Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan sendiri memegang mandat makro ekonomi dan menyalurkan SAL berdasarkan pertimbangan kondisi makro yang lebih luas.
Divisi Riset Ekonomi SMF memperkirakan kebijakan moneter longgar akan berlanjut hingga 2026, dengan prediksi penurunan BI-Rate sebanyak 4 hingga 6 kali sebesar masing-masing 25 basis poin hingga mencapai kisaran 3,75–3,25 persen pada akhir 2026.
Penurunan suku bunga ini diprediksi akan meningkatkan permintaan kredit dan kebutuhan likuiditas di sektor perbankan, sehingga mendorong permintaan terhadap pendanaan jangka panjang dari SMF.
Namun, kecenderungan tersebut hanya akan terjadi apabila tidak ada lagi penambahan likuiditas besar seperti dari dana SAL.
Penempatan SAL telah menciptakan pasokan dana baru di pasar yang harus diserap, padahal dana yang telah ditempatkan sebelumnya belum seluruhnya terserap.
"Tambahan dana ini masuk dengan harga sekitar 80 persen dari BI-Rate. Indikasinya sudah tentu menciptakan tantangan buat SMF," ungkapnya.
Hingga kuartal III 2025, SMF telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp14,53 triliun ke lembaga pembiayaan perumahan melalui pembiayaan dan sekuritisasi.
Secara kumulatif sejak berdiri hingga September 2025, total dana yang disalurkan SMF ke pasar pembiayaan primer mencapai Rp135,23 triliun, terdiri dari Rp14,21 triliun melalui sekuritisasi dan Rp121,02 triliun melalui pembiayaan.
Sementara itu, total pendanaan yang dihimpun dari pasar modal dan sumber lainnya hingga periode yang sama mencapai sekitar Rp10 triliun.
Secara keseluruhan, SMF telah menerbitkan surat utang sebanyak 73 kali dengan total nilai Rp74,87 triliun.
- Penulis :
- Leon Weldrick







