
Pantau.com - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menemukan dari hasil awal kajian salah satu penyebab tekanan neraca perdagangan yakni disebabkan oleh neraca jasa sektor teknologi informasi dan telekomunikasi yang defisit sejak 2011 yang semakin dalam.
Selain dari sisi jasa, KEIN mengungkap data UN Comtrade, impor barang untuk komoditas mesin dan peralatan elektronik (H585) pada 2018 sebesar sebesar USD21,45 miliar, atau setara dengan 11,37 persen kontribusinya terhadap total impor.
"Dengan nilai tersebut impor komoditas mesin dan peralatan elektronik menempati posisi ketiga komponen impor terbesar, setelah bahan bakar mineral dan reaktor nuklir dan permesinan," ujar Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta saat ditemui di Hotel Century Park, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).
Baca juga: Tak Dibatasi, Grand Indonesia dan Plaza Indonesia Beroperasi Normal
Selain itu kata dia, komponen impor terbesar juga berasal dari besi dan baja serta turunannya, plastik dan turunannya, kimia organik dan serealia.
"Tingginya impor di sektor tersebut, baik barang dan jasa, tentunya memunculkan kekhawatiran mengingat teknologi sudah menjelma menjadi kebutuhan dasar," paparnya.
Dengan kemajuan teknologi kian pesat hari ini kata dia, permintaan di sektor tersebut diyakini akan semakin meningkat ke depannya. Dia mengatakan, untuk menekan defisit neraca perdagangan yang sangat mempengaruhi neraca transaksi berjalan, dibutuhkan kebijakan yang strategis dan tepat.
"Salah satunya ialah dengan mendorong penggunaan komoditas dan jasa sektor teknologi informasi dan telekomunikasi dalam negeri untuk mengurangi beban biaya penggunaan HAKI," katanya.
Baca juga: Icon Rusak di 22 Mei, Dirut Sarinah Harapkan Tak Terulang di Hari Ini
"Juga impor barang dan jasa sektor teknologi informasi dan telekomunikasi sehingga memperbaiki transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan," terangnya.
Selain itu kata dia, Pemerintah harus segera melakukan pengembangan industri sektor teknologi informasi dan telekomunikasi. Sehingga Indonesia dapat mengembangkan industri tersebut dari dalam negeri.
"Bahkan (seharusnya) menjadikan negara yang berhasil membangun industri sektor teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai benchmarking untuk membangun dan mengembangkan sektor sektor teknologi informasi dan telekomunikasi nasional," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni