HOME  ⁄  Ekonomi

Biodiesel 'Disenggol', Pemerintah Indonesia Sebut Eropa Takut Tersaingi

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Biodiesel 'Disenggol', Pemerintah Indonesia Sebut Eropa Takut Tersaingi

Pantau.com - Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Pradnyawati mengungkapkan proposal besaran bea masuk imbalan sementara produk biodiesel asal Indonesia yang dikeluarkan oleh Pemerintah Uni Eropa dinilai sebagai cara untuk menekan produk biodiesel asal Indonesia. 

"Sudah terbaca bahwa ini adalah grand strategy yang terstruktur, sistematif dan masif intinya adalah mereka enggak mau minyak nabati mereka yang dihasilkan di Eropa itu tersaingi oleh minyak nabati dari Asia atau negara tropis," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019).

Baca juga: Minyak Sawit RI Disulap Jadi Energi Terbarukan, Eropa Panik!

Pasalnya kata dia, hingga saat ini biodiesel asal Indonesia yang berasal dari sawit dinilai lebih kompetitif dibandingkan dengan biodiesel dari Eropa.

"Palm oil itu sangat efektif kan dari segala parameter kita itu lebih kompetitif dibandingkan minyak sunflower, soybean, oleh karena itu kita digempur dari berbagai arah," katanya. 

Ini bukan pertama kalinya industri yang berkaitan biodiesel digempur, beberapa kali juga dipermasalahkan dengan berbagai instrumen yang semuanya itu legal menurut WTO. 

"Nah REDD itu terkait dengan deforestasi, pernah digempur dari aspek kesehatan, itu selesai pindah ke dumping, dumping selesai pindah ke subsidi, subdisi kemudian secara simultan sekarang deforestasi begitu pernah juga kita dituduh melanggar hak anak, hak orang hutan," katanya.

Baca juga: Good Job! 37.000 Ton Minyak Goreng Sawit Tanah Air Diekspor ke China

"Pokoknya semua yang bisa diangkat oleh mereka itu diangkat hanya untuk menjaga agar palm oil tidak membanjiri negara mereka," katanya.

Hal ini, salah satunya disebabkan oleh tingginya ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa. Ekspor biodiesel Indonesia ke UE meningkat tajam dari sebelumnya USD116,7 juta di tahun 2017 menjadi USD532,5 juta pada 2018.

Penulis :
Nani Suherni