HOME  ⁄  Ekonomi

Dirjen DIKTI dan SWA Group Kolaborasi Realisasikan Ekosistem Reka Cipta

Oleh Tatang Adhiwidharta
SHARE   :

Dirjen DIKTI dan SWA Group Kolaborasi Realisasikan Ekosistem Reka Cipta

Pantau.com - Link and match antara industri dan perguruan tinggi masih dinilai belum maksimal. Selama ini, perguruan tinggi dan industri masih berjalan sendiri-sendiri. Bahkan, perguruan tinggi belum dapat bersinergi dengan permasalahan yang dihadapi oleh industri.

Ujungnya, terjadi missing link antara pereka cipta (perguruan tinggi) dan investor (industri). Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud) Republik Indonesia, Nizam, mengungkapkan, kondisi seperti ini mulai berbeda ketika Indonesia dilanda Pandemi COVID-19.

Berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, riset reka cipta merupakan tujuan dari perguruan tinggi yang melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki semangat kemandirian, inovatif, kompetitif dan solutif bagi masyarakat.

Baca juga: Ingat Ya, Dana BOS Bukan Cuma untuk Layanan Pendidikan Semata

Dengan landasan tersebut perlu terciptanya Kampus Merdeka yang merupakan pola baru dalam sistem pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia sehingga beberapa hal perlu disesuaikan dalam menghadapi perubahan zaman seperti kurikulum, sistem teknologi informasi dan lainnya.

“Perguruan tinggi berlomba menciptakan alat dan obat untuk menghadapi pandemi COVID-19. Lebih dari 1.000 inovasi berbentuk teknologi dan obat diciptakan oleh perguruan tinggi, di antaranya masker 3D, robot perawat, drone, alat rapid test, ventilator, dan sebagainya. Sementara itu, investor turut mendukung produksi berbagai reka cipta tersebut. Sejatinya, fenomena ini menjadi contoh yang selayaknya dilakukan antara pereka cipta dan investor,” papar Prof. Nizam.

Untuk diketahui, Reka Cipta merupakan sebuah upaya revitalisasi dan aktualisasi terhadap sebuah karya, agar kebermanfaatannya dapat dirasakan oleh semua elemen secara efisien dan efektif dalam kehidupan sehari.

Berangkat dari fenomena itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI), memutuskan untuk membangun kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. Tujuannya, untuk membangun ekosistem reka cipta di Indonesia sebagai implementasi Kampus Merdeka serta mendorong peran dunia industri dalam mendukung para pereka cipta di perguruan tinggi.

Dengan adanya hubungan keterkaitan antara kampus dengan dunia industri, maka akan ada keterikatan antara riset reka cipta di perguruan tinggi dengan industri dan kebutuhan masyarakat, sehingga dampak kebermanfaatan bagi masyarakat dapat terwujud dengan semangat gotong royong inovator, industri, pemerintah, media, dan komunitas. “Tak hanya kampus dan industri, diharapkan komunitas lokal atau masyarakat mampu terimplikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil riset reka cipta tersebut,” tambah Prof. Nizam.

Salah satu kolaborasi yang telah dilakukan adalah antara Dirjen DIKTI dan SWA Group. Bentuk kolaborasi keduanya adalah menghadirkan FGD (Focus Group Discussion) yang dihelat pada Senin (7/9/2020) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat.

Baca juga: Wow, Kemendikbud Gaungkan Vokasi Nikah Massal dengan Industri 2020

Sejumlah pihak yang mewakili penta-helix, seperti industri (pengusaha), perguruan tinggi, kementerian (pemerintah), media, dan komunitas (masyarakat), hadir pada FGD ini. “Tujuan FGD ini adalah untuk memotret perspektif kalangan industri terhadap perkembangan rekacipta perguruan tinggi. FGD ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi bagi kebijakan rekacipta di pergruan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan industri,” papar Kemal Gani, Pemimpin Redaksi SWA Group.

Selain itu, demi terealisasinya ekosistem reka cipta yang dapat memperkuat hubungan antara perguruan tinggi dan industri, Ditjen DIKTI juga tengah mengembangkan platform digital Kedai Reka. Diungkapkan Prof. Nizam, “Kedai Reka adalah platform digital yang dapat mempertemukan sekaligus menghubungkan antara perguruan tinggi dengan industri. Rencananya, platform ini akan segera kami luncurkan pada Oktober 2020.”

Lebih jauh ia menjelaskan, di dalam platform Kedai Reka, tidak ada lagi batasan birokrasi antara perguruan tinggi, industri, dan masyarakat. Artinya, mahasiswa, dosen, masyarakat umum, petani, dan elemen lainnya dapat berinteraksi dan melakukan sinergi.  “Kami berharap, platform Kedai Reka ini dapat mempertemukan permasalahan nyata di lapangan dengan solusi dari perguruan tinggi,” tutup Prof. Nizam.

Penulis :
Tatang Adhiwidharta