Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Menanti Tuah UMKM Selamat Krisis Ekonomi Tanah Air

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Menanti Tuah UMKM Selamat Krisis Ekonomi Tanah Air

Pantau.com - Pandemi COVID-19 yang merebak di seantero dunia lebih satu semester in telah merusak seluruh tatanan kehidupan mulai dari politik, ekonomi, sosial budaya. Tidak satu pun negara yang ekonominya kebal terhadap pandemi ini.

Di Indonesia, salah satu sektor yang paling cepat terpukul adalah kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM RI setidaknya terdapat 37.000 pelaku UMKM telah terpapar dampak corona.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 69 persen UMKM diperkirakan mengalami penurunan omset penjualan, 9 persen mengalami kesulitan distribusi barang produksi, 13 persen mengalami kesulitan dalam akses terhadap modal usaha, dan sekitar 4 persen UMKM mengalami penurunan produksinya secara drastis hingga tidak melanjutkan produksi untuk sementara.

Padahal sektor UMKM merupakan salah satu tulang punggung penggerak utama perkonomian nasional. Bahkan di saat krisis ekonomi 1998 sektor ini menjadi penyelamat ekonomi Indonesia. Ketika itu, di saat perusahaan skala besar dan konglomerasi bertumbangan, UMKM tetap tangguh di tengah krisis politik yang kemudian merembet ke perekonomian dan tidak hanya di Indonesia te tapi juga negara-negara Asia terutama Asia Tenggara.

Saat ini, UMKM kembali menjadi sorotan. Pasalnya, berdasarkan data pada tahun 2019 sektor UMKM memberikan kontribusi 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, atau atau Rp694 triliun.

Sektor yang memiliki jumlah 64,2 juta unit usaha UMKM ini juga mampu menyerap sekitar 116 juta tenaga kerja atau sekitar 97,02 persen dari total angkatan kerja nasional. Berbanding terbalik dengan usaha besar yang hanya menyerap sekitar 5,8 juta tenaga kerja.

Baca juga: Kemenparekraf Dorong UMKM Mulai Masuk Pasar Modal

Dalam satu dekade terakhir seiring dengan berkembangnya teknologi, UMKM terus berkembang. Usaha mulai dari skala rumahan hingga skala yang lebih besar bermunculan. Mengutip data Kementerian UKM dan Koperasi, kelompok UMKM yaitu usaha mikro dengan kriteria aset (tidak termasuk tanah dan bangunan) maksimal Rp50 juta , usaha kecil dengan aset di atas Rp50 juta-Rp500 juta, usaha menengah dengan aset di atas Rp500 juta-Rp10 miliar, usaha besar aset lebih dari Rp10 miliar.

Dari sisi jenis usaha sangat beragam mulai dari kuliner, fashion, agribisnis, usaha bidang teknologi, jasa marketing, otomotif, perawatan tubuh, hingga usaha kerajinan dan cindera mata. Kini sektor yang “perkasa” pada tahun 1998 tersebut, mengalami tekanan seiring pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kota-kota besar Indonesia. Kebijakan PSBB yang mengharuskan physical distancing atau penjarakan fisik ini memaksa pusat-pusat ekonomi dan aktivitas bisnis terhenti. Meskipun PSBB tidak berlangsung lama namun dampaknya cukup besar terhadap UMKM.

Bahkan, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi September 2020 separuh dari pelaku UMKM di Indonesia akan gulung tikar akibat pandemi tersebut.

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengaku khawatir dengan prediksi OECD tersebut. Namun, ia tidak langsung percaya begitu saja terhadap ramalan itu. Prediksi itu justru harus dijadikan sebagai cambuk untuk mengantisipasi dampak terburuk dari COVID-19 yang harus dihadapi UMKM.

“Kami terus memantau perkembangan UMKM di Indonesia. Para anggota koperasi kebanyakan UMKM dan memang 30 persen-50 persen mengalami penurunan penjualan, hingga kesulitan membayarkan cicilan modal kepada lembaga pembiayaan,” ujar Teten.

Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Budi Hanoto mengatakan, kelompok usaha kecil eksportir merupakan subsektor yang paling terpukul yang mencapai 95,4 persen, kelompok UMKM kerajinan serta pendukung pariwasata 89,9 persen, sedangkan sektor usaha pertanian terpukul yang mencapai 41,5 persen.

Penulis :
Widji Ananta

Terpopuler