
Pantau - Wae Rebo adalah sebuah desa adat yang terletak di pegunungan terpencil di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Desa ini sering dijuluki sebagai "Surga di Atas Awan" karena lokasinya yang berada di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, dikelilingi oleh pegunungan hijau yang menawan. Bagi wisatawan yang mencari pengalaman autentik, jauh dari hiruk-pikuk kota, Wae Rebo adalah destinasi yang sempurna.
Wae Rebo Memiliki Keindahan Alam yang Memukau
Perjalanan menuju Wae Rebo sendiri sudah menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Untuk mencapai desa ini, pengunjung harus melakukan trekking sejauh kurang lebih 9 kilometer dari desa terakhir, yaitu Desa Denge. Selama perjalanan, mata akan dimanjakan dengan pemandangan hutan tropis yang rimbun, udara segar, serta aliran sungai yang jernih. Sesampainya di desa, pemandangan rumah adat berbentuk kerucut yang disebut Mbaru Niang berdiri megah dengan latar belakang pegunungan berkabut, memberikan suasana yang begitu mistis dan magis.
Di pagi hari, kabut yang menyelimuti desa perlahan menghilang, memperlihatkan keindahan alam yang luar biasa. Suara burung berkicau dan udara yang sejuk membuat suasana semakin damai. Bagi pecinta fotografi, momen matahari terbit dan terbenam di Wae Rebo adalah kesempatan emas untuk mengabadikan keindahan alam yang tiada duanya.
Penuh dengan Kearifan Lokal
Masyarakat Wae Rebo masih menjaga tradisi nenek moyang mereka dengan erat. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani kopi, menanam sayuran, serta mengandalkan hasil hutan. Kopi Wae Rebo terkenal memiliki cita rasa khas karena ditanam di ketinggian dan diolah secara tradisional. Tak heran jika banyak wisatawan yang tertarik untuk mencicipi bahkan membawa pulang kopi khas ini sebagai oleh-oleh.

Kehidupan di desa ini sangat sederhana, tanpa listrik dan sinyal telepon yang kuat. Namun, justru inilah yang membuat Wae Rebo begitu istimewa. Para penduduknya hidup dengan harmonis dan memiliki rasa kekeluargaan yang sangat erat. Wisatawan yang berkunjung akan disambut dengan upacara adat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sebelum memasuki desa. Tradisi ini dikenal dengan sebutan "Waelu'u" yang dilakukan di rumah utama desa, yaitu Mbaru Gendang.
Daya Tarik Budaya dan Rumah Adat Mbaru Niang
Salah satu hal yang paling ikonik dari Wae Rebo adalah rumah adatnya yang unik, yaitu Mbaru Niang. Rumah berbentuk kerucut ini terbuat dari kayu dan atapnya ditutupi dengan ijuk. Satu rumah dapat dihuni oleh beberapa keluarga dan terdiri dari lima lantai, di mana setiap lantai memiliki fungsi yang berbeda. Lantai pertama digunakan sebagai tempat tinggal, sementara lantai di atasnya digunakan untuk menyimpan bahan makanan, benih tanaman, hingga benda-benda pusaka.

Pembangunan dan pemeliharaan rumah adat ini dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat setempat. Keunikan Mbaru Niang telah mendapatkan pengakuan internasional, bahkan UNESCO memberikan penghargaan atas pelestarian arsitektur tradisional ini.
Pengalaman Menginap di Wae Rebo
Bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi hidup di desa adat, Wae Rebo menyediakan pengalaman menginap yang unik. Pengunjung bisa bermalam di dalam Mbaru Niang bersama penduduk lokal. Tidak ada kemewahan seperti hotel berbintang, tetapi justru itulah yang menjadikannya istimewa. Tidur di atas tikar dengan penerangan lampu minyak memberikan nuansa tradisional yang begitu kental.
Makanan yang disajikan juga sederhana namun menggugah selera. Biasanya, hidangan terdiri dari nasi, sayur segar dari kebun, ikan kering, serta sambal khas yang pedasnya menggugah selera. Kebersamaan dengan warga saat makan malam sambil berbincang tentang kehidupan mereka menjadi momen berharga yang sulit didapat di tempat lain.
Bagaimmana Cara Menuju Wae Rebo?
Untuk mencapai Wae Rebo, perjalanan biasanya dimulai dari Labuan Bajo, kota pelabuhan yang terkenal sebagai gerbang menuju Taman Nasional Komodo. Dari Labuan Bajo, perjalanan darat sekitar 4 hingga 5 jam akan membawa wisatawan ke Desa Denge, yang merupakan titik awal trekking menuju Wae Rebo. Perjalanan trekking memakan waktu sekitar 3 hingga 4 jam tergantung pada kondisi fisik masing-masing pengunjung.
Bagi yang tidak terbiasa dengan trekking, penduduk lokal menyediakan jasa ojek untuk mempersingkat perjalanan hingga titik tertentu. Namun, berjalan kaki tetap menjadi cara terbaik untuk menikmati keindahan alam sekitar sambil menyerap atmosfer magis yang menyelimuti jalur menuju desa.
Kapan Waktu Terbaik untuk Berkunjung ke Wae Rebo?
Musim kemarau, yaitu antara bulan Mei hingga Oktober, adalah waktu terbaik untuk mengunjungi Wae Rebo. Pada periode ini, cuaca cenderung cerah sehingga perjalanan trekking lebih nyaman dan pemandangan lebih jelas. Sebaliknya, saat musim hujan, jalur menuju desa bisa menjadi lebih licin dan sulit dilalui.
Wae Rebo bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga tempat untuk belajar tentang kehidupan, budaya, dan kearifan lokal yang masih lestari. Keindahan alamnya yang memukau, tradisi yang masih dijaga, serta keramahan penduduknya menjadikan desa ini sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia. Bagi siapa saja yang ingin mencari ketenangan, menjauh dari kesibukan dunia modern, dan merasakan kehangatan budaya yang masih murni, Wae Rebo adalah tempat yang wajib dikunjungi.
- Penulis :
- Pranayla Mauli Fathiha
- Editor :
- Firdha Riris