
Pantau - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Kamis (6/2/2025), kembali memberlakukan sanksi ekonomi dan perjalanan terhadap individu yang bekerja dalam penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait warga negara AS atau sekutunya, seperti Israel.
Baca juga: Prancis Mencla-mencle, Klaim Netanyahu Kebal Surat Penangkapan ICC
Langkah ini mengulang kebijakan serupa yang ia ambil pada masa jabatan periode pertamanya kala itu. Keputusan ini bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu ke Washington.
Netanyahu, bersama mantan menteri pertahanannya (Menhan) Yoav Gallant dan seorang pemimpin Hamas, sedang diburu oleh ICC atas dugaan kejahatan perang dalam konflik di Jalur Gaza.
Belum jelas seberapa cepat AS akan mengumumkan daftar individu yang dijerat sanksi. Namun, kebijakan ini mencakup pembekuan aset di AS serta larangan masuk bagi individu yang ditargetkan beserta keluarganya.
Baca juga: Biden: Putusan ICC Tangkap Netanyahu-Gallant "Mengejutkan"
Pada 2020, di masa kepemimpinan pertamanya, Trump juga menjatuhkan sanksi terhadap jaksa ICC saat itu, Fatou Bensouda, karena menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan tentara AS di Afghanistan.
ICC merupakan pengadilan dengan 125 negara anggota yang memiliki kewenangan mengadili individu atas kejahatan perang, kekerasan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi. Namun, AS, China, Rusia, dan Israel bukan bagian dari ICC.
Perintah eksekutif ini muncul setelah Senat AS, yang dikuasai Partai Demokrat, menggagalkan upaya Partai Republik untuk menetapkan sanksi hukum terhadap ICC.
Baca juga: Palestina Dukung Mandat ICC Ringkus Netanyahu dan Gallant
Sebagai langkah antisipasi, ICC telah mengambil tindakan perlindungan terhadap stafnya, termasuk membayar gaji tiga bulan di muka guna menghadapi kemungkinan pembatasan keuangan yang dapat menghambat operasional pengadilan.
Sementara itu, Rusia juga mengambil sikap keras terhadap ICC. Pada 2023, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Vladimir Putin atas tuduhan kejahatan perang, khususnya deportasi ratusan anak dari Ukraina.
Sebagai balasan, Rusia melarang masuk Jaksa ICC Karim Khan dan memasukkannya ke dalam daftar buronan, termasuk dua hakim ICC lainnya.
Sumber: REUTERS
- Penulis :
- Khalied Malvino