Tampilan mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

Perempuan Gaza Hadapi Beban Ganda di Tengah Konflik Berkepanjangan, Tetap Tangguh Jalani Kehidupan

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Perempuan Gaza Hadapi Beban Ganda di Tengah Konflik Berkepanjangan, Tetap Tangguh Jalani Kehidupan
Foto: (Sumber: Arsip foto - Warga Palestina yang mengungsi terlihat di kamp pengungsi al-Nuseirat di Jalur Gaza tengah pada 30 September 2025. ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/pri.)

Pantau - Di tengah konflik yang telah berlangsung selama dua tahun di Jalur Gaza, perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak, kehilangan rumah, pasangan, dan akses terhadap kebutuhan dasar, namun tetap menunjukkan ketahanan luar biasa dalam menjaga kelangsungan hidup keluarga mereka.

Kehidupan Perempuan yang Terusik oleh Konflik

Di kamp pengungsi Deir al-Balah, Gaza tengah, Jenin Mahmoud (27) duduk di luar tenda sambil menggendong anaknya dan menyiapkan tungku masak kecil.

"Hidup saya berubah drastis sejak pecahnya konflik. Saya harus mencurahkan seluruh waktu saya hanya demi mengamankan makanan dan merawat anak saya", ungkapnya.

Mahmoud mengaku harus mengantre berjam-jam untuk mendapatkan air bersih dan mencari sisa makanan demi mencukupi kebutuhan anaknya.

Sebagai ibu yang menikah dan melahirkan selama konflik, tantangan terbesar bagi Mahmoud dan perempuan lainnya adalah keterbatasan akses terhadap gizi dan perawatan medis untuk anak-anak.

"Kadang saya meninggalkan kamp bersama para perempuan lain untuk mencari sayuran atau kacang-kacangan, dan tak jarang kami menghabiskan waktu beberapa jam tanpa membawa pulang apa pun", ia mengungkapkan.

Otoritas kesehatan Gaza mencatat pada 1 Oktober 2025 bahwa sejak 7 Oktober 2023, sebanyak 2.580 orang meninggal akibat kelaparan dan kekurangan gizi.

Mahmoud mengungkapkan ketakutan terbesarnya adalah ketika anaknya jatuh sakit namun tidak tersedia obat-obatan yang diperlukan.

Dokter di rumah sakit hanya bisa menyediakan obat pereda nyeri karena langkanya obat-obatan esensial.

Selain kehilangan rumah, Mahmoud juga harus merelakan mimpinya menyelesaikan kuliah di bidang perdagangan.

"Saya bermimpi menjadi guru dan membangun masa depan yang lebih baik, tetapi semua itu hancur akibat konflik", ujarnya.

Tanggung Jawab Ganda dan Peran Perempuan yang Meluas

Perempuan di Gaza kini tidak hanya mengurus rumah tangga, tetapi juga mengambil peran di rumah sakit dan masyarakat, melampaui ekspektasi sebelum konflik.

Areej (35), yang juga tinggal di kamp pengungsi setelah kehilangan rumah, menceritakan bahwa "kehidupan telah berubah drastis".

Ia melahirkan melalui operasi caesar di tengah situasi darurat tanpa pemulihan dan perawatan medis yang layak.

Kini hari-harinya diisi dengan antrean panjang demi air bersih, roti, dan bantuan kemanusiaan.

"Terkadang saya berdiri dari subuh hingga siang hanya untuk mendapatkan beberapa potong roti, dan jika terlambat, saya mungkin pulang dengan tangan hampa", jelas Areej.

Ia menambahkan, "Kadang-kadang, saya hanya bisa memberi anak-anak saya roti kering atau air gula."

Meski menderita insomnia dan kecemasan, Areej berusaha tetap kuat demi anak-anaknya agar mereka tidak kehilangan harapan.

Data dari kantor media pemerintah Hamas per 24 September 2025 menyebutkan sekitar 335.000 orang mengungsi dari rumah mereka akibat serangan Israel.

UNRWA melaporkan pada 29 September bahwa sekitar 500.000 warga Palestina terjebak di wilayah seluas hanya 8 km² di Gaza City.

Umm Samer al-Amasai (42) adalah salah satu perempuan yang harus menghidupi empat anaknya sendirian setelah suaminya tewas dalam serangan udara setahun lalu.

"Sejak suami saya meninggal, saya menjadi ayah sekaligus ibu", ujarnya.

Ia kini berjuang mencari pekerjaan atau bantuan untuk bertahan hidup dan menyebut ketegaran sebagai satu-satunya pilihan.

Menurut otoritas kesehatan Gaza, lebih dari 13.000 perempuan tewas sejak konflik dimulai dan sekitar 14.000 perempuan menjadi janda.

Zaher Al-Wahidi, Kepala Unit Informasi dan Arsip otoritas kesehatan Gaza, menegaskan bahwa kisah Mahmoud, Areej, dan al-Amasai mencerminkan peran perempuan Gaza yang kini memikul beban sosial yang besar.

"Perempuan Palestina saat ini adalah segalanya, merekalah yang menjaga kelangsungan hidup dan menyediakan kebutuhan hidup yang paling mendasar", ungkapnya.

Penulis :
Ahmad Yusuf