
Pantau - Pemimpin senior Hamas, Khalil al-Hayya, pada Selasa (7 Oktober 2025) menegaskan bahwa pihaknya siap mengakhiri perang dengan Israel, namun meminta jaminan nyata dari komunitas internasional dan negara-negara pendukung perundingan.
Pernyataan tersebut disampaikan Al-Hayya kepada saluran berita pemerintah Mesir, Al-Qahera News, di tengah perundingan tidak langsung antara Hamas dan Israel yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir.
"Kami menegaskan kesiapan kami mencapai (kesepakatan) untuk mengakhiri perang, menarik pasukan Israel dari Gaza, dan membebaskan semua tawanan Israel – baik yang hidup maupun yang mati – dengan imbalan tahanan Palestina sesuai rencana (Presiden AS Donald) Trump," ungkap Al-Hayya.
Hamas Tuduh Israel Ingkar Gencatan Senjata dan Lanjutkan Blokade
Al-Hayya menuduh bahwa meskipun Hamas telah menyatakan persetujuan atas rencana Trump untuk Gaza, Israel tetap melanjutkan pembunuhan dan memblokade bantuan, khususnya di wilayah utara Jalur Gaza.
Ia juga menuding Israel sebagai pihak yang melanggar kesepakatan gencatan senjata pertama kali pada November 2023 dan terus melanjutkan agresi militer.
"Israel tidak pernah menepati janjinya sepanjang sejarah," tegas Al-Hayya.
" Kami telah menguji pemerintahan pendudukan dan tidak mempercayainya sedetik pun," tambahnya.
Oleh karena itu, ia menyerukan jaminan nyata dari komunitas internasional, Presiden AS Donald Trump, serta negara-negara yang terlibat dalam perundingan, agar kesepakatan dapat dijalankan secara adil dan kredibel.
Tujuan akhir dari perjuangan Hamas, menurut Al-Hayya, adalah:
- Stabilitas
- Kebebasan
- Kenegaraan
- Penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina
"Perang harus diakhiri selamanya agar rakyat Palestina dapat hidup dalam stabilitas seperti bangsa-bangsa lain di kawasan ini," ujarnya.
Rencana Trump untuk Gaza dan Situasi Kemanusiaan yang Memburuk
Hamas dan Israel saat ini memasuki hari kedua perundingan tidak langsung di Mesir untuk membahas gencatan senjata dan pertukaran tahanan berdasarkan proposal 20 poin dari Presiden Trump, yang diumumkan pada 29 September.
Rencana tersebut mencakup:
- Pembebasan semua tawanan Israel
- Pertukaran dengan tahanan Palestina
- Gencatan senjata permanen
- Perlucutan senjata Hamas
- Pembangunan kembali Gaza
- Hamas menyatakan pada prinsipnya menyetujui isi dari rencana tersebut.
Namun, di tengah proses diplomatik ini, kondisi di Gaza terus memburuk akibat agresi militer Israel yang telah berlangsung sejak Oktober 2023.
Menurut data terakhir, hampir 67.200 warga Palestina telah tewas, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan udara dan blokade Israel menyebabkan:
- Jalur Gaza hampir tak berpenghuni
- Pengungsian massal
- Kelaparan meluas
- Wabah penyakit di banyak wilayah
- Penulis :
- Aditya Yohan