
Pantau – Tim penyidik kejagung memeriksa dua orang saksi terkait pengembangan kasus dugaan korupsi di Tubuh PLN pada 2016, Rabu (2/11/2022).
“Memeriksa 2 (dua) orang saksi terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero),” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Menurut kapuspenkum, kedua saksi tersebut adalah, H sebagai Direktur Utama PT Karya Logam Agung, dan RT Staf Keuangan PT Bukaka Teknik Utama Unit Usaha Tower.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkaranya,” katanya.
Diberitakan, kasus bermula pada 2016 saat PLN membangun 9 ribuan set tower senilai Rp2,2 triliun.
Dalam pelaksanaan PT. PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dengan fakta fakta hukum diantaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat.
Menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.
Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Kemudian, PT PLN (persero) dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO.
Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.
“Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ujar Ketut.
Menurut Kapuspenkum, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.
Selanjutnya, pada periode November 2017 s/d Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut.
Memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Kemudian, PT PLN (persero) dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower.
Dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” katanya. [Laporan: Syrudatin]
“Memeriksa 2 (dua) orang saksi terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero),” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Menurut kapuspenkum, kedua saksi tersebut adalah, H sebagai Direktur Utama PT Karya Logam Agung, dan RT Staf Keuangan PT Bukaka Teknik Utama Unit Usaha Tower.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkaranya,” katanya.
Diberitakan, kasus bermula pada 2016 saat PLN membangun 9 ribuan set tower senilai Rp2,2 triliun.
Dalam pelaksanaan PT. PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dengan fakta fakta hukum diantaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat.
Menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.
Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Kemudian, PT PLN (persero) dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO.
Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.
“Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ujar Ketut.
Menurut Kapuspenkum, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.
Selanjutnya, pada periode November 2017 s/d Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut.
Memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Kemudian, PT PLN (persero) dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower.
Dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” katanya. [Laporan: Syrudatin]
- Penulis :
- Desi Wahyuni