HOME  ⁄  Hukum

Bamsoet Bentuk Tim Perumus PP Terkait Kepemilikan Senpi Non ABRI

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Bamsoet Bentuk Tim Perumus PP Terkait Kepemilikan Senpi Non ABRI
Pantau – Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri (PERIKHSA) sekaligus Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan pihaknya sudah membentuk Tim Perumus Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penggunaan dan Kewajiban Pemilik Izin Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri.

Hal itu dilakukan untuk menindaklanjuti diserahkannya rancangan Naskah Akademik PP yang dirancang PERIKHSA kepada Menteri Hukum dan HAM RI sekaligus Dewan Penasehat PERIKHSA Yasonna Laoly pada awal Maret 2022 lalu di Kantor Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta.

"Di Dewan Pengarah Tim Perumus PP, selain diisi saya sebagai Ketua Umum PERIKHSA, juga terdapat Ketua Dewan Penasehat PERIKHSA sekaligus Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Umum PERIKHSA sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, Kapolri ke-18 sekaligus Kepala BIN ke-13 Jenderal Pol (Purn) Sutanto, serta Kapolri ke-14 Jenderal Pol (Purn) Roesmanhadi," katanya dalam keterangannya, Kamis (16/3/2023).

"Untuk teknis persiapan, Tim Perumus PP dipimpin Ketua Bidang Hukum PERIKHSA Palmer Situmorang, Wakil Ketua Bidang Hukum PERIKHSA Aldwin Rahadian, serta Anggota Bidang Hukum Rangga Afianto," lanjutnya.

Bamsoet menyampaikan hal tersebut usai menerima Pengurus DPP PERIKHSA, di Jakarta. untuk diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) ini bukan untuk mengambil alih proses pemberian Izin Khusus Senjata Api Beladiri (IKHSA) dari Kepolisian. Namun, hanya mengatur kewajiban para pemilik senjata api bela diri yang telah mengantongi IKHSA dari Polri. Termasuk tentang kepastian hukum atas tafsir terhadap mekanisme penggunaan senjata api beladiri, atas pembelaan terpaksa yang diatur di dalam pasal 49 ayat (1) dan pasal 49 ayat (2) UU No.1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, serta pembelaan terpaksa pasal 34 dan pasal 43 UU No.1/2003 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disahkan pada Januari 2023 dan akan berlaku pada tahun 2026.

Kemudian Bamsoet menjelaskan Pasal 49 ayat (1) KUHP yang menyebutkan "Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana". Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP berbunyi, "Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana."

Meski begitu, menurut Bamsoet kedua pasal tersebut sering terjadi multitafsir sehingga berbeda pada praktiknya. Tidak sedikit dijumpai, pemilik IKHSA yang menggunakan senjatanya untuk membela diri, justru malah harus berhadapan dengan hukum.

"Bahkan pernah viral beberapa waktu lalu, pemilik IKHSA yang justru terancam nyawanya karena berpotensi dikeroyok oleh supir bus dan kawan-kawannya, justru malah berhadapan dengan hukum karena ia mengokang senjata api bela diri miliknya. Padahal, ia tidak mengarahkan senjata api. Hanya mengokang dan menaruh kembali senjata api di sarungnya, sebagai tindakan verbal pencegahan dan antisipasi untuk menghadapi pengeroyokan yang sudah hampir terjadi," ujar Bamsoet.

Ketua MPR RI ini menerangkan selain melalui seminar, focus group discussion (FGD), dan simposium, PERIKHSA juga akan menggunakan cara lain, yakni membuat Podcast 'Salam Satu Dansa' (Santai Malam Dengan PERIKHSA). Diketahui, agenda acara tersebut akan dihadiri berbagai ahli hukum pidana dari berbagai perguruan tinggi serta para pakar untuk menyampaikan aspirasi dan keahlian keilmuan guna menyempurnakan rancangan Peraturan Pemerintah tersebut.

"Keberadaan PP tersebut sangat penting, karena bisa dijadikan rujukan untuk membuat Pedoman Kapolri dan Pedoman Jaksa Agung. Sehingga ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang kewajiban pemilik izin khusus senjata api beladiri menjadi semakin jelas dan kuat. Tidak lagi ada kerancuan maupun multitafsir," terang Bamsoet.
Penulis :
Ahmad Ryansyah