Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Miris! Proyek Rp17 Triliun BTS Kominfo untuk Pendidikan malah Dikorupsi

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Miris! Proyek Rp17 Triliun BTS Kominfo untuk Pendidikan malah Dikorupsi
Foto: Tower BTS Kominfo. (Tangkap layar)

Pantau - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta merasa miris lantaran proyek BTS Kominfo yang pagu anggarannya mencapai Rp17 triliun ini dikorupsi. Padahal, proyek tersebut diniatkan untuk program pendidikan.

Hakim Fahzal Hendri mulanya bertanya perihal total anggaran proyek 7.904 BTS pada 2021 dan 2022. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Elvano Hatorangan mengungkapkan, total anggaran tersebut mencapai Rp17 triliun.

"Ada, Yang Mulia, sebentar, kalau untuk di tahun 2021 sekitar Rp 11 triliun kalau nggak salah, 2022 ada Rp 6,4 triliun, Yang Mulia," jawab Elvano dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).

Hakim juga memastikan hal tersebut ke Direktur Infrastruktur BAKTI Kominfo Bambang Noegroho yang juga hadir sebagai saksi. Pernyataan dari Bambang sama dengan jawaban Elvano.

"Benar, Yang Mulia, Rp 10,8 triliun ditambah Rp 6,4 triliun," imbuh Bambang.

Hakim Fahzal miris pagu anggaran Rp17 triliun proyek BTS yang mestinya digunakan untuk pendidikan justru dikorupsi. Apalagi, kala pandemi COVID 2021 hingga 2022, siswa belajar secara online.

"Ini kan untuk mendukung pendidikan ini Pak, anak-anak sekolah harus sekolahnya online, itu kan. Kalau beli pulsa mana sangguplah orang tuanya masing-masing, di daerah-daerah terpencil itulah Pak, itu maksudnya. Jadi, kalau kepala negara, presiden itu ya mulialah, keinginannya gitu loh, tapi di bawahnya seperti ini. Kami mengertilah masalah COVIDwaktu itu, kemudian alasan lain, alasan lain, alasan apa nggak bisa dibangun karena ada konflik di sana, ngerti," kata hakim Fahzal.

Tak hanya itu, hakim Fahzal juga mempertanyakan kenapa beberapa perusahaan tersebut menyanggupi proyek BTS Kominfo padahal ada banyak kendala. Hakim Fahzal pun mengungkapkan, mestinya sejak awal ada penilaian soal proyek.

"Sebelum tanda tangan kontrak, itu kan sudah harus ada. Harus ada penilaian itu, bagaimana ini kita sanggup nggak melaksanakan ini. Ini waktunya delapan bulan, pendek, apakah sanggup itu tiga konsorsium itu. Yang kedua dalam COVID lagi," ucapnya.

"Yang ketiga, COVID itu masalah penyaluran barang pak, kan ada pengaruhnya. Kemudian yang ketiga, mungkin di daerah-daerah tertentu tidak bisa dibangun atau terhambat pembangunannya karena ada gangguan keamanan, kan gitu, mengertilah. Ya kalau nggak sanggup ya jangan tanda tangan kontrak, kan gitu," imbuhnya.

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Muhammad Rodhi