
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penetapan tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) milik Bank Indonesia.
“Mulai dari proses penerimaan pengaduan, penyelidikan, bahkan sampai di tahap penyidikan di mana sudah ada upaya paksa atau pro justitia (untuk keadilan), maka KPK perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.
Prinsip ini telah menjadi landasan kerja KPK sejak lembaga tersebut berdiri pada 2002, terlebih karena belum adanya mekanisme surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
KPK Gunakan Empat Alat Bukti, Penyelidikan Terus Berjalan
Tessa menjelaskan bahwa penetapan tersangka di KPK memerlukan lebih dari dua alat bukti yang diatur undang-undang.
“Proses penetapan tersangka itu memang memerlukan tidak hanya minimal dua alat bukti, dan di KPK, kami bisa empat alat bukti,” ujarnya.
Langkah ini diambil untuk memastikan jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim memiliki keyakinan penuh bahwa tersangka benar-benar melakukan tindak pidana korupsi.
“Jadi, saya pikir akan ada waktu, dan siapa pun yang memang berdasarkan alat bukti akan ditetapkan sebagai tersangka di KPK. Jadi, tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat,” tambah Tessa.
KPK saat ini masih menyelidiki dugaan korupsi dalam penyaluran dana CSR Bank Indonesia.
Penyidik telah melakukan penggeledahan di Gedung Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat pada Senin (16/12), dan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (19/12).
Selain itu, KPK juga menggeledah rumah anggota DPR RI Heri Gunawan serta memanggil anggota DPR RI Satori terkait dengan penyidikan kasus tersebut.
- Penulis :
- Pantau Community