
Pantau - Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant telah secara sah ditetapkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebagai pelaku kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait tindakannya terhadap warga sipil Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Peneliti Center for Strategic Policy Studies (CSPS) – Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Muhammad Ibrahim Hamdani menilai, keputusan ICC ini mengguncang komunitas internasional.
Dia menekankan, surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant yang diterbitkan ICC bukanlah keputusan politik, melainkan berdasarkan prinsip penegakan hukum dan keadilan bagi semua pihak, termasuk Palestina.
Kini, 124 negara anggota ICC wajib menegakkan keputusan ini, yang berarti Netanyahu berisiko ditangkap jika mengunjungi negara-negara tersebut.
Baca juga:
- Gak Terima Surat Penangkapannya Terbit, Netanyahu Cs Tantang ICC
- Gedung Putih Tolak Putusan ICC Tangkap Netanyahu dan Gallant
"Keputusan ICC untuk memerintahkan penangkapan komandan sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, Mohammed Diab Ibrahim al-Masri atau yang lebih dikenal Mohammed Deif, membuktikan bahwa Keputusan ICC tak bersifat politis, ataupun dipengaruhi oleh kepentingan negara tertentu," ujar Hamdani saat dihubungi Pantau.com, Jumat (22/11/2024).
Angka korban akibat agresi Israel terus bertambah. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Gaza, hingga Rabu (20/11/2024), lebih dari 43.000 warga Palestina telah meninggal, dengan lebih dari 100.000 lainnya terluka.
Kendati demikian, Israel dan AS, yang tidak menjadi anggota ICC, tetap menolak keputusan ini, dengan alasan tidak sesuai dengan kepentingan nasional mereka.
"Sementara Indonesia yang juga tak ada dalam keanggotaan ICC ini mendukung langkah ICC, menunjukkan sikap tegas dalam mendukung penegakan hukum internasional terhadap Israel, meskipun keputusan ICC tak disetujui oleh negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan Israel," tutur Hamdani.
Secara de facto, dalam hubungan internasional, sesungguhnya berlaku hukum rimba, siapa yang kuat, maka dia (negara itu) yang menang.
“Rezim zionis Israel sedang mempraktekkan hal itu secara nyata, dengan dibantu negara-negara sekutu kuatnya seperti ,Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Perancis dan lain-lain,” tandasnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Khalied Malvino