HOME  ⁄  Internasional

Oposisi Korsel Tuduh Partai Penguasa Lakukan 'Kudeta Kedua'

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Oposisi Korsel Tuduh Partai Penguasa Lakukan 'Kudeta Kedua'
Foto: Puluhan ribu warga berkumpul di seberang Majelis Nasional di Yeouido, Seoul, Korea Selatan, pada Sabtu (8/12/2024), memegang spanduk bertuliskan, "Segera Memakzulkan Yoon Suk-yeol, Pemimpin Pengkhianatan." (Getty Images)

Pantau - Oposisi Korea Selatan pada Senin (9/12/2024) menuduh partai penguasa melakukan "kudeta kedua" dengan mempertahankan kekuasaan dan menolak untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol setelah deklarasi darurat militernya.

Melansir AFP, menurut mereka, Yoon telah membawa negara ke dalam kekacauan politik dengan mencoba membatalkan pemerintahan sipil yang hanya bertahan enam jam setelah anggota parlemen bentrok dengan tentara dan menggagalkan darurat militer.

Yoon terpaksa mundur dengan malu, tapi kini dia bersama sejumlah pejabat tinggi diselidiki atas dugaan pemberontakan. Namun, upaya untuk memakzulkan Yoon pada Sabtu (7/12/2024) gagal setelah partai penguasa memboikotnya.

Partai yang berkuasa mengklaim Yoon akan menyerahkan kekuasaan kepada perdana menteri dan ketua partai.  

“Ini adalah tindakan ilegal dan tidak konstitusional, pemberontakan kedua, dan kudeta kedua,” ujar pemimpin Partai Demokrat, Park Chan-dae, seraya mendesak partai penguasa untuk “segera menghentikan tindakan ini.”

Konstitusi Korea Selatan menyatakan, presiden tetap menjadi kepala pemerintahan dan panglima tertinggi militer, kecuali dia tidak mampu atau mundur.

Jika hal itu terjadi, kekuasaan akan diserahkan sementara kepada perdana menteri (PM). Park menegaskan, klaim Yoon yang masih menjabat, namun menyerahkan kekuasaannya kepada pejabat partai adalah pelanggaran konstitusi.

Penyelidik kini telah menahan eks Menteri Pertahanan (Menhan) Korea Selatan, menggerebek kantornya, dan mengeluarkan larangan bepergian untuk sejumlah pejabat tinggi.

Polisi juga memanggil jenderal yang menjadi komandan darurat militer untuk diinterogasi. Yoon sendiri berpotensi dipanggil untuk diperiksa lebih lanjut.

Meski ada kekosongan kekuasaan, Kementerian Pertahanan (Kemhan) menegaskan, Yoon tetap menjadi kepala aparat keamanan negara. Yoon sudah meminta maaf atas kekacauan yang ditimbulkan oleh deklarasi darurat militer tersebut, namun dia belum berniat mengundurkan diri.

Sebaliknya, dia menyatakan akan menyerahkan keputusan mengenai nasibnya kepada partainya dan menerima semua tanggung jawab politik dan hukum atas kegagalan darurat militer tersebut.

Para ahli hukum konstitusi, seperti Kim Hae-won, menyebut klaim partai yang berkuasa tak memiliki dasar hukum dan lebih mirip dengan kudeta lunak yang inkonstitusional.

Oposisi mengancam akan mencoba memakzulkan Yoon lagi, dengan pemungutan suara dijadwalkan pada Sabtu (14/12/2024). Sementara itu, popularitas Yoon semakin merosot dengan tingkat persetujuan yang mencapai hanya 11 persen, terendah dalam sejarah kepresidenannya.

Baca juga:

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Khalied Malvino

Terpopuler