
Pantau - Drama larangan TikTok di Amerika Serikat (AS) makin panas. Presiden Joe Biden memutuskan untuk tidak menegakkan larangan TikTok yang dijadwalkan berlaku sehari sebelum masa jabatannya berakhir. Kini, nasib TikTok sepenuhnya ada di tangan Presiden terpilih Donald Trump.
Baca juga: Larangan TikTok di AS: Solusi Menjaga Kemanan Anak atau Ancaman Pengawasan?
Tahun lalu, Kongres AS mengesahkan Undang-Undang (UU) yang mewajibkan ByteDance, induk perusahaan TikTok asal China, untuk melepas kepemilikan TikTok paling lambat 19 Januari 2025—sehari sebelum pelantikan presiden. Namun, menurut pejabat yang enggan disebutkan namanya, pemerintahan Biden memilih menyerahkan pelaksanaan aturan ini kepada Trump.
Trump yang dulu lantang ingin melarang TikTok, kini berbalik arah. Ia berjanji akan tetap menjaga aplikasi tersebut tetap eksis di AS, meski tim transisinya belum mengungkap strategi pastinya.
Lebih menarik lagi, CEO TikTok, Shou Zi Chew, dikabarkan akan menghadiri pelantikan Trump dengan posisi duduk strategis di podium. Ini mengisyaratkan pemerintahan baru siap mengambil langkah agar TikTok tidak "padam".
Penasihat keamanan nasional yang baru, Mike Waltz, menyebutkan dalam acara Fox & Friends, bahwa UU tersebut masih membuka peluang perpanjangan waktu selama ada kesepakatan yang jelas.
TikTok Jadi Isu Lintas Partai
Upaya menyelamatkan TikTok bukan hanya isu satu partai. Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, menyuarakan dukungan agar tenggat waktu penjualan TikTok diperpanjang.
“Jelas butuh lebih banyak waktu untuk menemukan pembeli asal Amerika dan mencegah gangguan bagi jutaan pengguna serta influencer yang telah membangun jaringan pengikutnya,” tegas Schumer di Gedung Senat.
Namun, upaya ini ditentang oleh Senator Republik Tom Cotton. Ia menolak rancangan undang-undang (RUU) yang memperpanjang tenggat waktu, dengan alasan TikTok sudah punya cukup waktu mencari pembeli.
Baca juga: TikTok Tetap Gaji Karyawannya Meski Terancam Diblokir di AS
“TikTok adalah aplikasi mata-mata Partai Komunis Tiongkok yang membuat anak-anak kita kecanduan, mengumpulkan data mereka, menyebarkan konten berbahaya, dan propaganda komunis,” seru Cotton.
Deretan Bos Teknologi Hadir di Pelantikan Trump
Menariknya, selain CEO TikTok, beberapa raksasa teknologi juga dikabarkan hadir di pelantikan Trump. Ada Elon Musk (CEO SpaceX dan X), Mark Zuckerberg (CEO Meta), Sam Altman (CEO OpenAI), dan Jeff Bezos (pendiri Amazon). Kehadiran mereka menunjukkan besarnya perhatian dunia teknologi terhadap kebijakan baru Trump.
Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) AS belakangan ini mendengarkan argumen hukum terkait gugatan dari TikTok dan ByteDance. Para hakim tampaknya condong mendukung undang-undang yang mewajibkan ByteDance melepas TikTok demi alasan keamanan nasional. Jika MA AS mendukung aturan tersebut, Trump sudah menyiapkan langkah.
“TikTok adalah platform hebat yang membantu kampanye Trump dan menyebarkan pesannya. Tapi yang lebih penting, Trump akan melindungi data pengguna,” kata Waltz.
Trump, yang dikenal sebagai deal maker, berjanji akan membuka ruang untuk mencapai kesepakatan terbaik. Meski begitu, Pam Bondi—calon Jaksa Agung pilihan Trump—masih menghindari pertanyaan terkait sikapnya terhadap larangan TikTok.
Trump sebelumnya sempat ingin melarang TikTok karena alasan keamanan nasional, tapi kini justru memanfaatkannya untuk mendekati pemilih muda dalam kampanye 2024. Ia bahkan berjanji akan “menyelamatkan TikTok” dan mengklaim platform ini membantunya meraih lebih banyak suara pemilih muda.
TikTok: Antara Ancaman dan Peluang
Kisah TikTok di AS kini berada di persimpangan jalan. Apakah Trump akan benar-benar menyelamatkannya atau justru mengambil langkah lain? Yang jelas, keputusan ini akan berdampak besar, bukan hanya bagi TikTok, namun juga bagi jutaan penggunanya di AS dan industri teknologi global.
Sumber: The Associated Press
- Penulis :
- Khalied Malvino